Kamis, 5 Mei 2011, secara resmi perpanjangan kontrak kerjasama Wilayah Kerja West Madura Offshore (WMO) menempatkan PT Pertamina (Persero) sebagai Operator. Perpanjangan kontrak WMO menempatkan dua kontraktor yaitu PT Pertamina (Persero) dan PT Kodeco Energy Co. Ltd. dengan komposisi saham 80% untuk Pertamina dan 20% untuk Kodeco.
Keputusan tersebut dinilai banyak kalangan merupakan langkah yang tepat, setelah sebelumnya mencuat berbagai gonjang-ganjing yang bernuansakan kepentingan ekonomi pihak-pihak tertentu. Maklumlah, Indonesia pasca Orde Baru, justru yang lebih mengemuka kepentingan sektoral dan kepentingan kelompok tertentu, ketimbang kepentingan blue print jangka panjang bangsa Indonesia.
Setelah mengakuisisi dan mengambil alih operatorship Blok Offshore North West Java (ONWJ)) dari tangan BP West Java Ltd pada tanggal 25 Juni 2009, terus merambah sektor hulu bagi Pertamina memang cara yang jitu untuk terus memperkuat platform-nya. Ketika itu Pertamina merogoh kocek US$ 280 juta (banyak pengamat mengatakan kemahalan jika mengingat tidak lama lagi kontrak blok ini memang akan habis) untuk membeli semua saham BP yang porsi kepemilikannya di blok tersebut sebesar 46 persen. Pemilik Blok ONWJ lainnya adalah CNOOC 36,72 persen, Inpex 7,25 persen, dan Itochu Oil Exploration 2,85 persen. Karena BP semula merupakan pemilik saham terbanyak merangkap sebagai operator Blok ONWJ, maka secara otomatis akuisisi tersebut menempatkan Pertamina sebagai operator pula.
Porsi terbesar laba Pertamina diperoleh dari sektor hulu. Sementara di sektor hilir Pertamina lebih banyak menjalankan misi Public Service Obligation (PSO). Sektor hilir lebih banyak menyita sumber daya Pertamina dalam menjalankan bisnisnya sehari-hari.
Untuk memperkuat platform-nya menuju perusahaan kelas dunia, Pertamina memang harus melakukan strategi (i) memperkuat sumber daya finansial sekaligus menambah nilai aset, (ii) meningkatkan basis kemampuan IPTEK — terutama GGE (Geology, Geophysics, Engineering), dan (iii) bertumbuh-kembang secara sustainable.
Memiliki participating interest (PI) di berbagai wilayah kerja merupakan upaya untuk memperkuat sumberdaya finansial bagi Pertamina. Memiliki mayoritas PI sekaligus menjadi operator dalam suatu wilayah kerja berarti selain menambah kekuatan finansial juga dapat dijadikan momentum untuk memperkuat basis kemampuan IPTEK. Perlu dicatat bahwa masa depan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia makin ke arah lepas pantai (offshore), makin ke kawasan timur, bahkan ke kawasan-kawasan frontier di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Tren masa depan ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia — yang diharapkan dapat dipelopori oleh Pertamina — dalam menguasai teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas di laut dalam.
Sedangkan untuk bertumbuh-kembang secara sustainable, Pertamina harus:
Keputusan tersebut dinilai banyak kalangan merupakan langkah yang tepat, setelah sebelumnya mencuat berbagai gonjang-ganjing yang bernuansakan kepentingan ekonomi pihak-pihak tertentu. Maklumlah, Indonesia pasca Orde Baru, justru yang lebih mengemuka kepentingan sektoral dan kepentingan kelompok tertentu, ketimbang kepentingan blue print jangka panjang bangsa Indonesia.
Setelah mengakuisisi dan mengambil alih operatorship Blok Offshore North West Java (ONWJ)) dari tangan BP West Java Ltd pada tanggal 25 Juni 2009, terus merambah sektor hulu bagi Pertamina memang cara yang jitu untuk terus memperkuat platform-nya. Ketika itu Pertamina merogoh kocek US$ 280 juta (banyak pengamat mengatakan kemahalan jika mengingat tidak lama lagi kontrak blok ini memang akan habis) untuk membeli semua saham BP yang porsi kepemilikannya di blok tersebut sebesar 46 persen. Pemilik Blok ONWJ lainnya adalah CNOOC 36,72 persen, Inpex 7,25 persen, dan Itochu Oil Exploration 2,85 persen. Karena BP semula merupakan pemilik saham terbanyak merangkap sebagai operator Blok ONWJ, maka secara otomatis akuisisi tersebut menempatkan Pertamina sebagai operator pula.
Porsi terbesar laba Pertamina diperoleh dari sektor hulu. Sementara di sektor hilir Pertamina lebih banyak menjalankan misi Public Service Obligation (PSO). Sektor hilir lebih banyak menyita sumber daya Pertamina dalam menjalankan bisnisnya sehari-hari.
Untuk memperkuat platform-nya menuju perusahaan kelas dunia, Pertamina memang harus melakukan strategi (i) memperkuat sumber daya finansial sekaligus menambah nilai aset, (ii) meningkatkan basis kemampuan IPTEK — terutama GGE (Geology, Geophysics, Engineering), dan (iii) bertumbuh-kembang secara sustainable.
Memiliki participating interest (PI) di berbagai wilayah kerja merupakan upaya untuk memperkuat sumberdaya finansial bagi Pertamina. Memiliki mayoritas PI sekaligus menjadi operator dalam suatu wilayah kerja berarti selain menambah kekuatan finansial juga dapat dijadikan momentum untuk memperkuat basis kemampuan IPTEK. Perlu dicatat bahwa masa depan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia makin ke arah lepas pantai (offshore), makin ke kawasan timur, bahkan ke kawasan-kawasan frontier di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Tren masa depan ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia — yang diharapkan dapat dipelopori oleh Pertamina — dalam menguasai teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas di laut dalam.
Sedangkan untuk bertumbuh-kembang secara sustainable, Pertamina harus:
- Meningkatkan penemuan-penemuan cadangan migas baru melalui kegiatan eksplorasi wilayah-wilayah kerja yang belum terjamah, sehingga RRR (Reserve Replenishment Ratio)-nya dari tahun ke tahun selalu lebih besar dari satu.
- Terus go international seperti yang telah dilakukan Pertamina selama ini di beberapa negara Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tengah. Cadangan migas Indonesia sangat kecil dibanding keseluruhan cadangan migas dunia. Maka salah satu cara bagi Pertamina untuk mengamankan pasokan energi nasional (security of energy supply) terutama dalam mencukupi kebutuhan konsumsi migas Indonesia di masa mendatang adalah dengan mencari dan mendapatkan sumber-sumber migas di negara lain yang memiliki potensi migas.
- Mulai serius memikirkan diversifikasi kegiatan usaha energi dari migas ke jenis-jenis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) lainnya. Pertamina telah cukup lama, sejak awal dekade 1980-an, mengembangkan energi panas bumi. Jenis EBT lain juga patut dilirik Pertamina, seperti halnya yang telah dilakukan oleh beberapa perusahaan migas raksasa dunia yang mulai merambah bisnis energi terbarukan. Meskipun untuk saat ini sebagian besar jenis energi terbarukan tersebut belum mencapai level playing field yang memadai atau belum mencapai economic of scale relatif jika dibandingkan jenis-jenis energi konvensional seperti migas dan batubara.
2 comments:
Good post pak. Mohon arahan dan share ilmunya pak, saya wartawan migas, baru satu tahun, butuh pendalaman informasi dan pemahaman teknis lebih detail mengenai dunia migas. Tks. Hormat saya, Fahmi.
Kalau berkenan bisa mampir di blog saya: fahmilanisti.blogspot.com
Look forward to reading the rest of your blog. Thanks for this!
Post a Comment