Menurut wikipedia, state crime (kejahatan oleh negara) adalah tindakan kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh negara sendiri. Yang dimaksud dengan “negara” disini adalah para pejabat yang dipilih atau diangkat, birokrasi, insitusi-institusi, badan-badan, dan organisasi-organisasi yang membentuk sistem pemerintahan sekaligus menjalankan fungsi pemerintahan. State crime bisa terjadi manakala ada pejabat atau lembaga negara yang merasa bahwa kepentingan dirinya atau lembaganya berada dalam posisi ‘terancam’, sehingga diperlukan tindakan untuk ‘menghabisi’ sumber ancaman itu; menghabisi lawan politik misalnya. Perlu dicatat, yang namanya state crime tidak hanya terjadi di negara-negara penganut sistem pemerintahan otoriter, tetapi juga di negara-negara demokratis, bahkan di negara-negara yang sudah sangat maju sekalipun.
Salah satu ciri media massa di Indonesia dalam menyuguhkan berita adalah, bila suatu topik sedang menghangat maka hampir 100% media massa mem-blow up beritanya. Biasanya selama satu sampai dua pekan. Begitu tergantikan lagi oleh topik/temuan lain yang bisa dijadikan headline, maka segera saja berita baru itu mendominasi media massa, sementara topik sebelumnya yang juga sempat jadi headline sudah tidak disinggung lagi. Jadi disadari atau tidak, media massa kita juga ikut berperan dalam membentuk “budaya lupa” di negeri ini.
Simak saja peristiwa-peristiwa yang di-blow up media massa dalam satu setengah bulan terakhir. Ketika waduk Siti Gintung bobol pada 27 April 2009 dini hari, dengan serta merta media massa mengekspos beritanya secara terus menerus sampai menjelang Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2009. Belum kering air mata duka keluarga dan simpatisan korban tragedi Situ Gintung, berita di media massa digantikan oleh liputan seputar Pemilu. Mulai dari banyaknya warga negara yang “dipaksa” golput, hitungan suara yang berjalan sangat lamban, dan akrobat politik yang ditampilkan para elit parpol. Seminggu terakhir, lambannya proses finalisasi penghitungan suara oleh KPU segera tertutupi oleh berita kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain – Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (sebuah BUMN), orang yang menurut saya cukup cepat (fast track) dalam menapak karirnya karena baru berusia 41 tahun sudah menduduki posisi Direktur – sebuah posisi yang sudah sangat mapan.
Berita kasus penembakan Nasrudin ini tidak hanya berita yang sekedar the most striking news for the week, tetapi juga berita yang membuat saya untuk yang kesekian kalinya merasa malu sebagai orang Indonesia. “Malu” disini bukan dalam pengertian merasa gengsi menjadi orang Indonesia, tetapi malu dengan dunia internasional. Dimana muka ini akan ditaruh dalam kancah pergaulan internasional jika seorang Antasari Azhar – ketua KPK– pimpinan lembaga yang selama ini dianggap “superman” dalam memberantas korupsi menjadi tersangka sebagai dalang atau aktor intelektual di balik pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. Jika tuduhan ini kelak benar (terbukti), maka ini bisa dikategorikan sebagai state crime karena Antasari adalah seorang pejabat tinggi negara. Apalagi melibatkan anggota kepolisian segala.
Ada dua focal point yang mesti dibuktikan: (1) apakah betul Antasari sebagai aktor intelektualnya, dan (2) apa motif Antasari dalam melakukan pembunuhan. Ada tiga spekulasi atau dugaan yang berkembang terhadap motif pembunuhan ini. Ketiganya cukup menarik untuk ditelaah satu persatu. Sekali lagi, ini hanya spekulasi, sebab sampai hari ini (6 Mei 2009) Antasari belum berstatus sebagai terdakwa, masih sebagai tersangka.
Pertama, Antasari membunuh Nasrudin karena cinta segi tiga antara Nasrudin, Rani Juliani (wanita berusia 22 tahun yang berprofesi sebagai caddy di lapangan golf Modern Land sekaligus istri nikah sirinya Nasrudin), dan Antasari sendiri. Akibat perseteruan yang dibakar api cemburu, Antasari menghabisi nyawa Nasrudin.
Kedua, ini versi diskusi dalam forum.detik.com. Nasrudin dan Antasari sudah cukup lama menjalin pertemanan akrab. Kedua orang ini saling take and give, begitu kira-kira. Lalu dikatakan disitu bahwa Antasari bukanlah orang “bersih”, dan Nasrudin merupakan informan (pelapor) terjadinya kasus korupsi sekaligus bertindak sebagai fasilitator penyelesaian perkara di KPK. Maksudnya jika orang yang terlibat bersedia menyetorkan sejumlah uang maka perkaranya akan “dibekukan” KPK. Uang yang diterima melalui Nasrudin tersebut selanjutnya disetor ke Antasari. Terakhir-terakhir Nasrudin tidak menyampaikan setorannya sehingga banyak yang komplain karena perkara mereka terus diusut oleh KPK. Khawatir permasalahan uang yang terkait dengan perkara KPK di-blow up di media, maka dengan mantap perintah KPK kepada beberapa orang untuk menghabisi Nasrudin oleh karena Nasrudin terlalu banyak tahu kelemahan KPK. Selengkapnya tentang spekulasi ini bisa dibaca di http://forum.detik.com/showthread.php?t=100000.
Ketiga, ini makin membuat penasaran, adanya konspirasi tingkat tinggi untuk menamatkan riwayat karir Antasari. Sebagaimana yang kita lihat, begitu Antasari menakhodai KPK dia langsung menabuh genderang perang terhadap korupsi. Satu persatu kasus korupsi di lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif) berhasil dikuaknya. Sebut saja skandal BLBI, skandal alih fungsi lahan hutan menjadi pelabuhan atau ibukota, skandal pengadaan kapal di Dirjen Perhubungan Laut. Tentunya kelompok yang pro dengan korupsi merasa gerah dan sangat terganggu dengan sepak terjang Antasari. Akhirnya kelompok ini merancang skenario ‘sekali tepuk dua lalat’. Nasrudin dan Antasari harus dihabisi sekaligus karena sama-sama berbahaya (Nasrudin sebagai informan juga dianggap berbahaya). Maka skenarionya dibuat seperti yang terjadi sekarang: Nasrudin dihabisi oleh Antasari gara-gara rebutan seorang wanita yang bernama Rani. Hasil akhirnya memang sekali tepuk dua lalat: Nasrudin tewas ditembak, Antasari masuk penjara. Dan kelompok pro-korupsi melenggang lega.
Menurut logika saya (jika sedikit bermatematika) sepertinya skenario pertama sangat kecil kemungkinan. Masakan hanya gara-gara seorang wanita Antasari rela menghabisi nyawa karibnya. Lagipula, tidak kalah dengan Nasrudin, Antasari pun sudah memiliki segalanya – baik materi maupun jabatan. Ditambah dengan raut wajah yang masih terlihat tampan (meski sudah berumur) seorang Antasari bisa memperoleh puluhan wanita yang lebih dari Rani – jika memang dia mau.
Spekulasi kedua dan ketiga lebih mungkin. Jika spekulasi kedua yang terbukti, berarti memang super sulit mencari pejabat yang bersih di negeri ini. Ibarat mau membersihkan lantai tetapi sapunya juga kotor. Jika spekulasi ketiga yang terjadi, maka Antasari adalah korban konspirasi kelompok yang merasa terganggu dengan kevokalannya dalam memberantas korupsi selama menjabat sebagai Ketua KPK. Memang agak terasa aneh, begitu cepatnya proses Antasari menjadi tertuduh. Andai spekulasi ketiga yang terjadi, maka kasusnya akan berlarut-larut seperti kasus pembunuhan Munir. Hingga saat ini aktor intelektual sebenarnya yang membunuh Munir belum terungkap. Padahal sudah berapa tahun Pollycarpus ditahan dan sudah berapa pejabat dan mantan pejabat yang sempat diadili dan ditahan. Dunia memang penuh konspirasi!
Bagaimanapun saya pribadi berharap agar spekulasi ketiga yang benar; bahwa Antasari sengaja diskenariokan seakan melakukan pembunuhan oleh kelompok tertentu yang sangat merasa terganggu oleh sepak terjangnya. Ini tentunya perlu dibuktikan oleh Antasari sendiri beserta tim pembelanya yang terdiri dari puluhan pengacara kondang itu. Bukan apa-apa, jika ternyata Antasari memang terbukti sengaja melakukan pembunuhan terencana, maka – lagi-lagi – track record (rekam jejak) bangsa Indonesia di mata dunia internasional akan mendapatkan cibiran. Masak banyak orang cacat hukum di negeri ini bisa diangkat menjadi pejabat tinggi negara.
Kita tunggu saja, semoga kejadian sebenarnya di balik kasus ini segera terungkap. Kalau dalam sebuah negara para pejabatnya terbiasa melakukan state crime, akan kemana lagi kita mesti mencari perlindungan? Rupanya betul apa yang diajarkan agama: hanya kepada Tuhan saja kita berlindung (Iyya kana' budu wa iyya kanas ta'in).
Untuk para ibu-ibu yang suaminya hobi main golf. Mulai sekarang mesti ‘mengawasi’ suaminya. Sebab jangan-jangan suaminya juga termasuk yang kepincut dengan caddy girl yang rata-rata berpenampilan aduhai itu, he-he-he....
Saya sudahi dulu artikel mini ini. Sebab kalau saya bahas terlalu panjang-lebar, lama-lama blog ini jadi blog riset investigasi. Saya tetap mendukung KPK selama lembaga ini menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi. Teruslah memberantas korupsi. Kehilangan seorang jenderal tidak mesti kalah dalam peperangan.
Salah satu ciri media massa di Indonesia dalam menyuguhkan berita adalah, bila suatu topik sedang menghangat maka hampir 100% media massa mem-blow up beritanya. Biasanya selama satu sampai dua pekan. Begitu tergantikan lagi oleh topik/temuan lain yang bisa dijadikan headline, maka segera saja berita baru itu mendominasi media massa, sementara topik sebelumnya yang juga sempat jadi headline sudah tidak disinggung lagi. Jadi disadari atau tidak, media massa kita juga ikut berperan dalam membentuk “budaya lupa” di negeri ini.
Simak saja peristiwa-peristiwa yang di-blow up media massa dalam satu setengah bulan terakhir. Ketika waduk Siti Gintung bobol pada 27 April 2009 dini hari, dengan serta merta media massa mengekspos beritanya secara terus menerus sampai menjelang Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2009. Belum kering air mata duka keluarga dan simpatisan korban tragedi Situ Gintung, berita di media massa digantikan oleh liputan seputar Pemilu. Mulai dari banyaknya warga negara yang “dipaksa” golput, hitungan suara yang berjalan sangat lamban, dan akrobat politik yang ditampilkan para elit parpol. Seminggu terakhir, lambannya proses finalisasi penghitungan suara oleh KPU segera tertutupi oleh berita kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain – Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (sebuah BUMN), orang yang menurut saya cukup cepat (fast track) dalam menapak karirnya karena baru berusia 41 tahun sudah menduduki posisi Direktur – sebuah posisi yang sudah sangat mapan.
Berita kasus penembakan Nasrudin ini tidak hanya berita yang sekedar the most striking news for the week, tetapi juga berita yang membuat saya untuk yang kesekian kalinya merasa malu sebagai orang Indonesia. “Malu” disini bukan dalam pengertian merasa gengsi menjadi orang Indonesia, tetapi malu dengan dunia internasional. Dimana muka ini akan ditaruh dalam kancah pergaulan internasional jika seorang Antasari Azhar – ketua KPK– pimpinan lembaga yang selama ini dianggap “superman” dalam memberantas korupsi menjadi tersangka sebagai dalang atau aktor intelektual di balik pembunuhan Nasrudin Zulkarnain. Jika tuduhan ini kelak benar (terbukti), maka ini bisa dikategorikan sebagai state crime karena Antasari adalah seorang pejabat tinggi negara. Apalagi melibatkan anggota kepolisian segala.
Ada dua focal point yang mesti dibuktikan: (1) apakah betul Antasari sebagai aktor intelektualnya, dan (2) apa motif Antasari dalam melakukan pembunuhan. Ada tiga spekulasi atau dugaan yang berkembang terhadap motif pembunuhan ini. Ketiganya cukup menarik untuk ditelaah satu persatu. Sekali lagi, ini hanya spekulasi, sebab sampai hari ini (6 Mei 2009) Antasari belum berstatus sebagai terdakwa, masih sebagai tersangka.
Pertama, Antasari membunuh Nasrudin karena cinta segi tiga antara Nasrudin, Rani Juliani (wanita berusia 22 tahun yang berprofesi sebagai caddy di lapangan golf Modern Land sekaligus istri nikah sirinya Nasrudin), dan Antasari sendiri. Akibat perseteruan yang dibakar api cemburu, Antasari menghabisi nyawa Nasrudin.
Kedua, ini versi diskusi dalam forum.detik.com. Nasrudin dan Antasari sudah cukup lama menjalin pertemanan akrab. Kedua orang ini saling take and give, begitu kira-kira. Lalu dikatakan disitu bahwa Antasari bukanlah orang “bersih”, dan Nasrudin merupakan informan (pelapor) terjadinya kasus korupsi sekaligus bertindak sebagai fasilitator penyelesaian perkara di KPK. Maksudnya jika orang yang terlibat bersedia menyetorkan sejumlah uang maka perkaranya akan “dibekukan” KPK. Uang yang diterima melalui Nasrudin tersebut selanjutnya disetor ke Antasari. Terakhir-terakhir Nasrudin tidak menyampaikan setorannya sehingga banyak yang komplain karena perkara mereka terus diusut oleh KPK. Khawatir permasalahan uang yang terkait dengan perkara KPK di-blow up di media, maka dengan mantap perintah KPK kepada beberapa orang untuk menghabisi Nasrudin oleh karena Nasrudin terlalu banyak tahu kelemahan KPK. Selengkapnya tentang spekulasi ini bisa dibaca di http://forum.detik.com/showthread.php?t=100000.
Ketiga, ini makin membuat penasaran, adanya konspirasi tingkat tinggi untuk menamatkan riwayat karir Antasari. Sebagaimana yang kita lihat, begitu Antasari menakhodai KPK dia langsung menabuh genderang perang terhadap korupsi. Satu persatu kasus korupsi di lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif) berhasil dikuaknya. Sebut saja skandal BLBI, skandal alih fungsi lahan hutan menjadi pelabuhan atau ibukota, skandal pengadaan kapal di Dirjen Perhubungan Laut. Tentunya kelompok yang pro dengan korupsi merasa gerah dan sangat terganggu dengan sepak terjang Antasari. Akhirnya kelompok ini merancang skenario ‘sekali tepuk dua lalat’. Nasrudin dan Antasari harus dihabisi sekaligus karena sama-sama berbahaya (Nasrudin sebagai informan juga dianggap berbahaya). Maka skenarionya dibuat seperti yang terjadi sekarang: Nasrudin dihabisi oleh Antasari gara-gara rebutan seorang wanita yang bernama Rani. Hasil akhirnya memang sekali tepuk dua lalat: Nasrudin tewas ditembak, Antasari masuk penjara. Dan kelompok pro-korupsi melenggang lega.
Menurut logika saya (jika sedikit bermatematika) sepertinya skenario pertama sangat kecil kemungkinan. Masakan hanya gara-gara seorang wanita Antasari rela menghabisi nyawa karibnya. Lagipula, tidak kalah dengan Nasrudin, Antasari pun sudah memiliki segalanya – baik materi maupun jabatan. Ditambah dengan raut wajah yang masih terlihat tampan (meski sudah berumur) seorang Antasari bisa memperoleh puluhan wanita yang lebih dari Rani – jika memang dia mau.
Spekulasi kedua dan ketiga lebih mungkin. Jika spekulasi kedua yang terbukti, berarti memang super sulit mencari pejabat yang bersih di negeri ini. Ibarat mau membersihkan lantai tetapi sapunya juga kotor. Jika spekulasi ketiga yang terjadi, maka Antasari adalah korban konspirasi kelompok yang merasa terganggu dengan kevokalannya dalam memberantas korupsi selama menjabat sebagai Ketua KPK. Memang agak terasa aneh, begitu cepatnya proses Antasari menjadi tertuduh. Andai spekulasi ketiga yang terjadi, maka kasusnya akan berlarut-larut seperti kasus pembunuhan Munir. Hingga saat ini aktor intelektual sebenarnya yang membunuh Munir belum terungkap. Padahal sudah berapa tahun Pollycarpus ditahan dan sudah berapa pejabat dan mantan pejabat yang sempat diadili dan ditahan. Dunia memang penuh konspirasi!
Bagaimanapun saya pribadi berharap agar spekulasi ketiga yang benar; bahwa Antasari sengaja diskenariokan seakan melakukan pembunuhan oleh kelompok tertentu yang sangat merasa terganggu oleh sepak terjangnya. Ini tentunya perlu dibuktikan oleh Antasari sendiri beserta tim pembelanya yang terdiri dari puluhan pengacara kondang itu. Bukan apa-apa, jika ternyata Antasari memang terbukti sengaja melakukan pembunuhan terencana, maka – lagi-lagi – track record (rekam jejak) bangsa Indonesia di mata dunia internasional akan mendapatkan cibiran. Masak banyak orang cacat hukum di negeri ini bisa diangkat menjadi pejabat tinggi negara.
Kita tunggu saja, semoga kejadian sebenarnya di balik kasus ini segera terungkap. Kalau dalam sebuah negara para pejabatnya terbiasa melakukan state crime, akan kemana lagi kita mesti mencari perlindungan? Rupanya betul apa yang diajarkan agama: hanya kepada Tuhan saja kita berlindung (Iyya kana' budu wa iyya kanas ta'in).
Untuk para ibu-ibu yang suaminya hobi main golf. Mulai sekarang mesti ‘mengawasi’ suaminya. Sebab jangan-jangan suaminya juga termasuk yang kepincut dengan caddy girl yang rata-rata berpenampilan aduhai itu, he-he-he....
Saya sudahi dulu artikel mini ini. Sebab kalau saya bahas terlalu panjang-lebar, lama-lama blog ini jadi blog riset investigasi. Saya tetap mendukung KPK selama lembaga ini menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi. Teruslah memberantas korupsi. Kehilangan seorang jenderal tidak mesti kalah dalam peperangan.
2 comments:
Buat Antarjo yg hobi golf, hati-hati ye......
Bung ..... anda masih ingat saya
saya Rafli..... email saya rafli_ramli@yahoo.com
Post a Comment