{Menyikapi kasus “cicak-buaya” yang akhirnya melibatkan “pertarungan segi empat” antara KPK, Kepolisian, Kejaksaan, dan publik, maka di bawah ini saya sarikan bahan kuliah dari Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar UI yang juga salah seorang anggota Tim 8 kasus Bibit-Chandra. Bahan kuliah saya peroleh ketika berkesempatan mengikuti mata kuliah “Hukum dan Pembangunan” di Program Pascasarjana Studi Pembangunan ITB pada tahun 2003. Saya pikir topiknya masih sangat relevan dengan kondisi hukum di Indonesia sekarang ini}.
Salah satu faktor tidak berjalannya penegakan hukum di Indonesia adalah karena penegakan hukum terlalu didominasi oleh uang. Penegakan hukum sangat diwarnai dengan pejabat yang rentan untuk disuap. Di setiap lini aparat penegak hukum, termasuk para pendukung penegak hukum, sangat rentan terhadap praktrek korupsi dan suap.
Mereka yang tidak mempunyai uang bisa-bisa tidak mendapat keadilan. “Adil” dalam perspektif hukum bisa tidak berarti apa-apa apabila tidak didukung dengan uang. Dalam konteks demikian keberadaan keadilan secara hakiki tidak pernah ditentukan oleh hukum itu sendiri.
Di dalam masyarakat dan negara manapun fenomena yang menunjukkan uang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan proses hukum bukanlah hal yang baru. Perbedaannya terletak pada gradasi dari penyelewengan jabatan penegakan hukumnya. Di negara berkembang umumnya gradasi penyelewengan di masyarakat sangat meluas dan melebar. Hampir setiap sendi kehidupan uang berpengaruh terhadap wewenang yang dipegang oleh pejabat publik. Sementara di negara maju gradasinya tidak terlalu meluas.
Di bidang penegakan hukum, uang sangat berpengaruh terhadap wewenang yang dimiliki oleh aparat hukum. Di Indonesia kita bisa melihat betapa uang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap penegakan hukum. Penegakan hukum akan berpihak pada mereka yang mempunyai uang, seolah sang “Dewi Keadilan” bisa mengintip dari penutup matanya terhadap siapa yang memiliki uang.
Uang dapat berpengaruh pada saat polisi melakukan pemberkasan perkara. Dengan uang pasal yang digunakan oleh polisi dapat diubah-ubah sesuai jumlah uang yang ditawarkan. Seorang yang melakukan pembunuhan, dengan catatan ada bukti-bukti, dapat dikenakan pasal yang sangat berat hingga yang paling ringan. Bisa saja pelaku pembunuhan disangka dengan pasal pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), pembunuhan yang disengaja tetapi tidak direncanakan (pasal 338 KUHP), pembunuhan yang tidak dilakukan dengan sengaja (pasal 351 KUHP), bahkan matinya orang yang disebabkan karena penganiayaan (pasal 359 KUHP). Di tingkat ini pasal mana yang akan dikenakan seolah tergantung pada uang yang disediakan kepada polisi yang mempunyai wewenang menyidik. Disini penggunaan pasal seolah menjadi bahan negosiasi antara polisi dengan tersangka. Bahkan di tingkat ini uang dapat berpengaruh pada perlu tidaknya pelaku ditahan selama penyidikan dilakukan.
Pada tingkat penuntutan oleh jaksa uang bisa berpengaruh terhadap diteruskan tidaknya penuntutan. Dengan uang bisa digunakan alasan sakit, tidak cukup bukti, tidak dianggap sebagai tindakan kejahatan, bahkan dideponir kasusnya. Apabila penuntutan diteruskan, uang dapat berpengaruh pada sanksi yang akan dikenakan. Apakah sanksi-sanksi berupa hukuman denda atau hukuman badan. Apabila hukuman badan yang hendak dijatuhkan, uang akan berpengaruh pada berapa lama hukuman penjara akan dikenakan.
Selanjutnya pada tingkat pengadilan dari yang terendah dingga tertinggi, uang berpengaruh pada putusan yang akan dikeluarkan oleh hakim. Uang dapat melepaskan atau membebaskan seorang terdakwa. Kalau terdakwa dinyatakan bersalah, dengan uang hukuman bisa diatur serendah dan seringan mungkin.
Bahkan di tingkat eksekusi putusan, uang juga berpengaruh di lembaga pemasyarakatan. Bagi mereka yang mempunyai uang, maka akan mendapat perlakuan lebih baik dan manusiawi daripada mereka yang tidak mempunyai uang. Perlakuan istimewa ini dapat berupa ruang tahanan yang lebih baik, perlakukan sopan dari petugas, hingga masalah kebebasan mendapatkan berita dan berkomunikasi dengan pihak luar.
Pengacara yang membela pun tidak luput dari uang. Uang sangat berpengaruh pada pengacara yang melakukan pembelaan di siding pengadilan. Uang sangat menentukan kualitas pengacara yang dapat disewa. Semakin besar uang yang disediakan semakin handal pengacara yang diperoleh. Terdakwa yang tidak memiliki uang, apalagi kasusnya tidak menyedot perhatian masyarakat dan media massa, harus puas dengan pengacara kacangan. Belum lagi dengan uang seorang terdakwa dapat menyewa pengacara yang mempunyai lobi bagus dengan para aparat penegak hukum. Disini tidak dipentingkan otak pengacara tetapi lebih dipentingkan koneksi si pengcara dengan polisi, jaksa, dan hakim.
Gambaran di atas menunjukan sudut-sudut dimana uang bisa berpengaruh pada proses penegakan hukum. Bahkan penegakan hukum disini tidak terbatas pada aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, melainkan juga pada aparat penegak hukum lainnya. Aparat imigrasi, bea cukai, pajak dan lain sebagainya bisa masuk dalam kategori ini.
Tidak heran bila Indonesia sedang mengalami akibat yang luar biasa dari pengaruh uang. Keadilan, berita, undang-undang dan banyak lagi lainnya hanya berpihak pada mereka yang memiliki uang. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa pengaruh uang terhadap wewenang telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas penyalahgunaan ini. Upaya hukum dilakukan dengan cara membentuk aturan seperti UU Tindak Pidana Korupsi dan mendirikan lembaga yang khusus menangani masalah korupsi dan kekayaan pejabat. Namun semua itu seolah tidak mempunyai makna.
Salah satu faktor tidak berjalannya penegakan hukum di Indonesia adalah karena penegakan hukum terlalu didominasi oleh uang. Penegakan hukum sangat diwarnai dengan pejabat yang rentan untuk disuap. Di setiap lini aparat penegak hukum, termasuk para pendukung penegak hukum, sangat rentan terhadap praktrek korupsi dan suap.
Mereka yang tidak mempunyai uang bisa-bisa tidak mendapat keadilan. “Adil” dalam perspektif hukum bisa tidak berarti apa-apa apabila tidak didukung dengan uang. Dalam konteks demikian keberadaan keadilan secara hakiki tidak pernah ditentukan oleh hukum itu sendiri.
Di dalam masyarakat dan negara manapun fenomena yang menunjukkan uang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan proses hukum bukanlah hal yang baru. Perbedaannya terletak pada gradasi dari penyelewengan jabatan penegakan hukumnya. Di negara berkembang umumnya gradasi penyelewengan di masyarakat sangat meluas dan melebar. Hampir setiap sendi kehidupan uang berpengaruh terhadap wewenang yang dipegang oleh pejabat publik. Sementara di negara maju gradasinya tidak terlalu meluas.
Di bidang penegakan hukum, uang sangat berpengaruh terhadap wewenang yang dimiliki oleh aparat hukum. Di Indonesia kita bisa melihat betapa uang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap penegakan hukum. Penegakan hukum akan berpihak pada mereka yang mempunyai uang, seolah sang “Dewi Keadilan” bisa mengintip dari penutup matanya terhadap siapa yang memiliki uang.
Uang dapat berpengaruh pada saat polisi melakukan pemberkasan perkara. Dengan uang pasal yang digunakan oleh polisi dapat diubah-ubah sesuai jumlah uang yang ditawarkan. Seorang yang melakukan pembunuhan, dengan catatan ada bukti-bukti, dapat dikenakan pasal yang sangat berat hingga yang paling ringan. Bisa saja pelaku pembunuhan disangka dengan pasal pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), pembunuhan yang disengaja tetapi tidak direncanakan (pasal 338 KUHP), pembunuhan yang tidak dilakukan dengan sengaja (pasal 351 KUHP), bahkan matinya orang yang disebabkan karena penganiayaan (pasal 359 KUHP). Di tingkat ini pasal mana yang akan dikenakan seolah tergantung pada uang yang disediakan kepada polisi yang mempunyai wewenang menyidik. Disini penggunaan pasal seolah menjadi bahan negosiasi antara polisi dengan tersangka. Bahkan di tingkat ini uang dapat berpengaruh pada perlu tidaknya pelaku ditahan selama penyidikan dilakukan.
Pada tingkat penuntutan oleh jaksa uang bisa berpengaruh terhadap diteruskan tidaknya penuntutan. Dengan uang bisa digunakan alasan sakit, tidak cukup bukti, tidak dianggap sebagai tindakan kejahatan, bahkan dideponir kasusnya. Apabila penuntutan diteruskan, uang dapat berpengaruh pada sanksi yang akan dikenakan. Apakah sanksi-sanksi berupa hukuman denda atau hukuman badan. Apabila hukuman badan yang hendak dijatuhkan, uang akan berpengaruh pada berapa lama hukuman penjara akan dikenakan.
Selanjutnya pada tingkat pengadilan dari yang terendah dingga tertinggi, uang berpengaruh pada putusan yang akan dikeluarkan oleh hakim. Uang dapat melepaskan atau membebaskan seorang terdakwa. Kalau terdakwa dinyatakan bersalah, dengan uang hukuman bisa diatur serendah dan seringan mungkin.
Bahkan di tingkat eksekusi putusan, uang juga berpengaruh di lembaga pemasyarakatan. Bagi mereka yang mempunyai uang, maka akan mendapat perlakuan lebih baik dan manusiawi daripada mereka yang tidak mempunyai uang. Perlakuan istimewa ini dapat berupa ruang tahanan yang lebih baik, perlakukan sopan dari petugas, hingga masalah kebebasan mendapatkan berita dan berkomunikasi dengan pihak luar.
Pengacara yang membela pun tidak luput dari uang. Uang sangat berpengaruh pada pengacara yang melakukan pembelaan di siding pengadilan. Uang sangat menentukan kualitas pengacara yang dapat disewa. Semakin besar uang yang disediakan semakin handal pengacara yang diperoleh. Terdakwa yang tidak memiliki uang, apalagi kasusnya tidak menyedot perhatian masyarakat dan media massa, harus puas dengan pengacara kacangan. Belum lagi dengan uang seorang terdakwa dapat menyewa pengacara yang mempunyai lobi bagus dengan para aparat penegak hukum. Disini tidak dipentingkan otak pengacara tetapi lebih dipentingkan koneksi si pengcara dengan polisi, jaksa, dan hakim.
Gambaran di atas menunjukan sudut-sudut dimana uang bisa berpengaruh pada proses penegakan hukum. Bahkan penegakan hukum disini tidak terbatas pada aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, melainkan juga pada aparat penegak hukum lainnya. Aparat imigrasi, bea cukai, pajak dan lain sebagainya bisa masuk dalam kategori ini.
Tidak heran bila Indonesia sedang mengalami akibat yang luar biasa dari pengaruh uang. Keadilan, berita, undang-undang dan banyak lagi lainnya hanya berpihak pada mereka yang memiliki uang. Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa pengaruh uang terhadap wewenang telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas penyalahgunaan ini. Upaya hukum dilakukan dengan cara membentuk aturan seperti UU Tindak Pidana Korupsi dan mendirikan lembaga yang khusus menangani masalah korupsi dan kekayaan pejabat. Namun semua itu seolah tidak mempunyai makna.
No comments:
Post a Comment