Ini bukan berita baru. Selama lebih tiga minggu menjadi topik hangat dalam media massa. Sebetulnya sudah sejak minggu dibubarkannya Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), saya sudah tergelitik untuk menulis oipini pribadi tentang ini. Namun selama beberapa bulan sejak saya posting artikel terakhir di blog ini pada Mei 2012, belum ada mood untuk menulis. Alhasil baru bisa menulis setelah hampir tiga minggu semenjak BPMIGAS dibubarkan. Menulis memang susah-susah gampang. Yang paling susah adalah bagaimana menciptakan “mood” itu sendiri.
Kembali ke topik. Seperti biasa, setiap hari di kala senggang saya
sering membaca berita di portal-portal berita on line. 13 November 2012 saat sedang
makan siang menyantap soto kudus, saya membaca berita yang sangat mengejutkan:
Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan BPMIGAS karena dicap inkonstitusional.
BPMIGAS yang sudah 10 tahun menjalankan amanah UU Migas No. 22/2001 tiba-tiba
dianggap sebagai anak haram yang tidak syah kelahirannya. Sangat mengejutkan!
Tidak hanya di kalangan pelaku kegiatan klaster industri hulu migas, tetapi
juga di mata dunia internasional.
Beberapa saat setelah keputusan tersebut dikeluarkan MK, kegiatan proses
bisnis hulu migas, terutama yang terkait aspek legalitas seperti lifting (penjualan) migas sempat
terganggu. Jika katakanlah kegiatan hulu migas menyumbang pendapatan bersih Rp
350 triliun bagi negara, berarti terhentinya kegiatan operasional migas berpotensi
menimbulkan kehilangan pendapatan Rp 1 triliun per hari. Belum lagi para
investor akan ragu-ragu dalam mengucurkan dana investasinya karena, lagi-lagi,
para investor mengkhawatirkan adanya
ketidakpastian berusaha di Indonesia. Ketidakpastian akan menyebabkan suatu
risiko (risk premium) yang tinggi
sehingga para investor akan mematok Minimum
Attractive Rate of Return (MARR) yang lebih tinggi. Artinya mereka akan sangat hati-hati mengucurkan dananya dan karenanya realisasi investasi dapat tersendat.
Setelah BPMIGAS dibubarkan, untuk tetap menjaga keberlanjutan kegiatan
usaha hulu migas yang sangat vital bagi negara, pemerintah pusat bertindak
cepat dan segera meresponnya dengan menerbitkan Perpres No. 95/2012 tanggal 13
November 2012 malam serta Kepmen ESDM No. 3135 dan 3136/2012 tanggal 16
November 2012. Perpres dan Kepmen tersebut membidani terbentuknya unit organisasi
sementara pengganti eks BPMIGAS yang bernama Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi, disingkat “SKMIGAS”, yang sebelumnya sempat disingkat “SKSPMIGAS”.
Inti
dari Perpres dan Kepmen tersebut adalah: (i) Pengalihan
tugas, fungsi pengendalian dan pengawasan kegiatan hulu migas berada di bawah
Kementerian ESDM; (ii) Semua tupoksi yang selama ini dijalankan oleh
BPMIGAS dialihkan ke SKMIGAS. Unit ini langsung dikepalai oleh Menteri ESDM. Keputusan MK
dan perubahan nama ini menimbulkan konsekuensi yang luar biasa dalam berbagai
aspek yang tidak perlu saya ulas disini.
Sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia konon baru ada dua
lembaga yang dicap inkonstitusional. Pertama, Partai Komunis Indonesia (PKI) karena
jelas-jelas bertentangan dengan Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dalam
Pancasila. Dan kedua, BPMIGAS, karena dianggap tidak mampu memberikan
kemakmuran bagi rakyat Indonesia, alias bertentangan dengan Pasal 33 UUD 45.
Berbagai tudingan dan hujatan pun berhamburan di media massa dan
berbagai kalangan. Nyaris tidak ada berita positif tentang keberadaaan dan
sumbangsih BPMIGAS selama ini bagi negara, terutama dalam mengamankan tata
kelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi – yaitu kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi migas. Hujatan yang paling sering mengemuka adalah bahwa BPMIGAS
itu sarang korupsi, boros (tidak efisien), dan lebih memihak kepentingan asing
ketimbang kepentingan nasional. Di sebuah food court saat makan malam secara
tidak sengaja saya mendengar celotehan sekelompok orang yang mencemooh BPMIGAS,
antara lain pola hidup foya-foya seperti main golf, sering mengadakan acara di
hotel bintang lima, dan sebagainya.
Mengenal Tugas Pokok dan Fungsi
BPMIGAS
BPMIGAS adalah Badan Hukum
Milik Negara (BHMN) yang didirikan berdasarkan UU No. 22/2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi dan Peraturan Pemerintah No. 42/2002 tentang Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Sesuai amanah
undang-undang, fungsi utama BPMIGAS adalah mengawasi dan mengendalikan
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi sesuai dengan Kontrak Kerja Sama (KKS), agar
pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi memberikan manfaat dan
penerimaan yang maksimal bagi Negara dan demi sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsinya, BPMIGAS bertugas :
•
Memberikan
pertimbangan kepada Menteri ESDM saat penyiapan dan penawaran wilayah kerja
serta Kontrak Kerja Sama.
•
Melaksanakan
penandatangan Kontrak Kerja Sama.
•
Mengkaji
dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan
diproduksikan dalam suatu wilayah kerja kepada Menteri untuk mendapatkan
persetujuan.
•
Memberikan
persetujuan rencana pengembangan lapangan lanjutan.
•
Memberikan
persetujuan rencana kerja dan anggaran Kontraktor KKS.
•
Memonitor
dan melaporkan kepada Menteri mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama.
•
Menunjuk
penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian Negara.
Kedaulatan Negara dalam Penguasaaan dan Pengusahaan Kegiatan Usaha
Hulu Migas
KEGIATAN USAHA HULU DILAKSANAKAN DAN DIKENDALIKAN MELALUI KONTRAK
KERJA SAMA (UU
22/2001 Ps.
6.1). Tipe Kontrak Kerja Sama yang ada hingga
sekarang adalah Kontrak Bagi Hasil atau “Production Sharing Contract”
(PSC). Indonesia negara pertama di dunia
memelopori kontrak tipe PSC (sejak 1966).
KONTRAK KERJA SAMA MEMUAT
PERSYARATAN (UU 22/2001 Ps. 6.2) :
•
Kepemilikan Sumber Daya Migas tetap di tangan Pemerintah
sampai pada titik penyerahan.
•
Kendali
manajemen (pengawasan dan pengendalian) dipegang BPMIGAS.
•
Kontraktor
adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk
melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja Migas
berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana.
•
Kontraktor
menyediakan seluruh dana, teknologi, dan tenaga ahli yang dibutuhkan dalam
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.
•
Barang/peralatan
operasional menjadi milik Negara begitu mendarat di Wilayah RI (kecuali barang/peralatan sewa)
meskipun belum di-cost recovery.
•
Modal dan risiko sepenuhnya ditanggung
oleh Kontraktor.
•
Kontraktor
mendapatkan pengembalian seluruh biaya operasi setelah komersial.
•
Produksi
netto yang telah dikurangi biaya operasi, dibagi antara Pemerintah dan
Kontraktor.
Jadi yang manakah yang dimaksud tidak berpihak pada kedaulatan negara? Justru karena kontrak model PSC ini sangat menjaga kedaulatan negara, maka kemudian diadopsi oleh banyak negara berkembang dalam mengelola sumber daya migasnya.
Sarang Korupsi?
Dalam menjalankan proses bisnis kegiatan usaha hulu migas, BPMIGAS
telah membuat berbagai rambu-rambu berupa pedoman tata kerja untuk menjalankan
tata kelola yang baik (good governance)
dan menghindarkan praktek-praktek yang dapat menjurus pada tindak pidana
korupsi. BPMIGAS, menurut yang saya amati, terus menurus memperbaiki kemampuan
organisasinya menuju standar organisasi kelas dunia guna semaksimal mungkin
mampu mengemban amanah undang-undang dan amanah konstitusi. Antara lain dalam
sistem manajemennya BPMIGAS telah mendapatkan sertifikat ISO 9000 : 2003.
Dalam hal kepatuhan terhadap Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BPMIGAS diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahun. Dari hasil audit BPK dalam
tiga tahun terakhir berturut-turut BPMIGAS berhasil menyandanag predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ini
mengindikasikan bahwa tidak terdeteksi praktek-praktek dalam menjalankan proses bisnis yang
menyimpang dari prosedur dan tertib administrasi. Jika banyak pihak yang menuding
ada praktek korupsi di BPMIGAS dan mereka mengetahui siapa oknum tersebut serta
memiliki bukti yang cukup kuat (bukan sekedar praduga) kenapa tidak diadukan
saja oknum tersebut ke lembagai/instansi yang diamanatkan negara untuk
memberantas korupsi.
Inefisiensi dan Acara di Hotel
Berbintang
Saya tidak tahu pasti yang dimaksud pemborosan biaya ini di lingkungan
BPMIGAS atau di kegiatan usaha hulu migas yang dilakukan oleh para Kontraktor
Kontrak Kerjasa Migas (KKKS). Kalau yang dituding adalah pemborosan biaya
operasional di lingkungan BPMIGAS sendiri, mengapa BPMIGAS berturut-turut
selama tiga tahun memperoleh predikat WTP dari hasil audit BPK?
Meskipun sebetulnya BPMIGAS dapat mengajukan anggaran biaya operasional sebesar 1% dari bagian negara, namun realisasi anggaran tersebut selama ini paling tinggi sekitar 0,4 %. Jika ada sisa maka akan dikembalikan ke kas negara. Selama keberadaan BPMIGAS sejak tahun 2013, BPMIGAS telah menghemat biaya operasional sebesar US$ 1,8 Miliar dan telah dikembalikan ke kas negara. Beda dengan di jaman ketika PERTAMINA-BPPKA yang
mendapat jatah retention fee 3% dari net revenue bagian negara.
BPMIGAS dianggap foya-foya karena menggelar hajatan di hotel-hotel
berbintang? Sebetulnya sejak BPMIGAS
berkantor pusat di Wisma Mulia, Jl.
Gatot Subroto, Jakarta mulai Januari 2011 ada kebijakan untuk semaksimum
mungkin menggelar acara di ruang-ruang rapat di kantor BPMIGAS. Jika BPMIGAS dianggap
foya-foya karena mengadakan acara di hotel berbintang, maka pertanyaannya
adalah, adakah instansi pemerintah dan BUMN yang berkedudukan di Jakarta yang
tidak pernah menggunakan hotel berbintang dalam menggelar hajatannya?
Tentang main golf. Memang permainan ini terkesan merupakan olahraga
kalangan atas (the have) di
Indonesia. Permainan ini sering menimbulkan kecemburuan di kalangan sebagian
besar masyarakat Indonesia. Makanya di era terakhir pemerintahan Order Baru,
ketika ada salah seorang menteri yang mengatakan bahwa bertambah banyaknya
lapangan golf di Indonesia menunjukkan Indonesia makin makmur, langsung menuai
kritikan dari masyarakat luas ketika itu. Ini memang olahraga yang agak
sensitif. Namun saya melihatnya bahwa permainan ini memiliki segmen pasar
tertentu, baik dalam hal skala organisasi (perusahaan) maupun segmen kegiatan
usaha yang digeluti. Permainan golf di lingkungan kegiatan usaha hulu migas
termasuk dalam butir ke-7 dari 17 butir kegiatan yang tidak recoverable cost (artinya tidak dapat
dibebankan kepada negara melalui skema bagi hasil) seperti tertuang pada
halaman lampiran Kepmen ESDM No. 22 Tahun 2008. Berarti jika ada kontraktor
migas yang menyelenggarakan permainan ini, maka biayanya merupakan biaya yang
ditanggungnya sendiri, tidak dapat dibebankan sebagai biaya operasional (cost recovery).
Efisiensi Biaya Cost Recovery
Efisiensi biaya sebetulnya sudah diupayakan sejak pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) kontraktor migas. Artinya sejak awal sudah diupayakan agar biaya per barel setara minyak dapat dibuat seoptimal mungkin. Biaya operasional senantiasa dikendalikan di level yang wajar sesuai best practice dan kondisi lapangan. Tidak tepat pula jika biaya cost recovery ditekan serendah mungkin sementara keandalan fasilitas dikorbankan. Ini akan berakibat menurunnya level produksi.
Sekitar 85% produksi migas nasional dihasilkan oleh lapangan-lapangan migas tua yang sudah berpoduksi sejak dan sebelum tahun 1970. Jadi diibaratkan pabrik tua, tentunya biaya mempertahankan level produksi akan lebih tinggi dibanding merawat pabrik baru. Namun demikian, biaya produksi migas di Indonesia masih lebih rendah dibanding rata-rata dunia. Sayang pada saat menulis artikel ini saya belum memperoleh chart yang menunjukkan perbandingan biaya produksi migas di berbagai negara.
Dari sisi operasional upaya penghematan biaya dilakukan dengan cara pemanfaatan fasililitas bersama (sharing facilities), pemanfaatan aset bersama, dan pengadaan (pembelian barang/jasa) bersama. Secara agregat nilai penghematan yang dibukukan dari tahun 2009 sampai tahun 2011 terus meningkat dan melampaui target yang ditetapkan di awal tahun. Penghematan dari pengadaan bersama dan pemanfaatan aset bersama yang di tahun 2009 mencapai US$ 60,9 juta, naik menjadi US$ 103,6 juta di tahun 2010, lalu naik lagi menjadi US$ 143,1 juta di tahun 2011.
Tidak Berpihak pada Kepentingan Nasional?
UU Migas No. 22 Tahun 2001 dibuat
tentunya mengacu pada UUD 45. Tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha Migas
sesuai Pasal 3 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
antara lain :
1.
Menjamin efisiensi dan efektifitas tersedianya
minyak dan gas bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku,
untuk kebutuhan dalam negeri;
2.
Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan
nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan
international;
3.
Meningkatkan pendapatan Negara untuk
memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan
mengembangkan serta memperkuat industri dan perdagangan Indonesia;
4.
Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga
kelestarian lingkungan hidup.
Dapat dikatakan secara singkat, bahwa
tata kelola kegiatan usaha hulu migas di Indonesia memiliki tiga tujuan pokok: (i)
menyediakan minyak dan gas bumi sebagai pasokan energi primer, (ii) memberikan
kontribusi semaksimum mungkin bagi pendapatan Negara, dan (iii) menciptakan
efek pengganda (multiplier effect)
yang seluas-luasasnya bagi seluruh pemangku kepentingan klaster industri hulu
migas.
Pendapatan bersih atau hak negara (state’s entittlement) yang disumbangkan
kegiatan usaha hulu migas mencapai sekitar 25 sampai 30 persen dari total pendapatan
negara dalam APBN, tergantung fluktuasi harga. Hingga kini tidak ada sektor
sumber daya alam atau pertambangan yang mampu menandingi migas dalam hal kontribusinya
bagi pendapatan negara. Sejak tahun 2006 kegiatan usaha hulu migas mampu
melampaui target (di atas 100 persen) yang ditetapkan pemerintah dalam APBN. Di
tahun 2011 sendiri, kegiatan usaha hulu migas menyumbangkan pendapatan bersih
US$ 32,4 Miliar bagi negara (angka yang ada di saya masih angka sementara),
atau 106% dari target yang dipatok pemerintah dalam APBN-P 2012. Investasi
migas sendiri di tahun 2011 mencapai US$ 12,8 Miliar (angka sementara). Disini
terlihat besarnya kontribusi kegiatan usaha hulu migas dalam hal pendapatan
negara serta kontribusinya dalam menggerakkan perekonomian nasional melalui
besarnya investasi tahunan yang ditanamkan.
Keberpihakan pada kepentingan nasional
menyangkut pendapatan negara juga dilakukan dengan terus-menerus mengupayakan
negosiasi ulang harga gas agar disesuaikan dengan harga energi terkini.
Sedangkan keberpihakan terkait pemenuhan kebutuhan energi domestik, produksi
gas – terutama pada proyek-proyek baru – dialokasikan untuk kebutuhan dalam
negeri guna memenuhi kebutuhan pembangkit listrik, industri, dan konsumsi rumah tangga. Sampai-sampai di klaster Jawa Timur sering terjadi pasokan gas berlebih (over
supply) karena produksi gas di klaster tersebut sudah didedikasikan untuk kebutuhan domestik.
Sedangkan keberpihakan kegiatan hulu
migas dalam ekonomi nasional secara makro ditunjukkan dengan adanya paradigma
pergeseran yang semula hanya sekedar menghasilkan revenue bagi negara menjadi lokomotif penggerak ekonomi nasional,
melalui berbagai kebijakan dan terobosan yang sasarannya adalah people prosperity, pro poor, pro job, dan pro growth.
BPMIGAS secara konsisten terus-menerus
berupaya meningkatkan pemberdayaan kapasitas nasional. Kerjasama strategis dan
kolaboratif dengan berbagai instansi pemerintah dan BUMN terus digagas, antara
lain:
·
Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Ditjen Migas: Penerbitan Buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (APDN).
·
Kementerian
Perindustrian: Penggunaan Kapal dan Bangunan Lepas Pantai Produksi Dalam
Negeri serta Penggunaan alat berat dan
permesinan produksi dalam negeri.
·
Kementerian
Perhubungan: Penerapan Azas Cabotage
untuk Angkutan Laut Penunjang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan gas Bumi.
·
PT. Dirgantara Indonesia: Optimalisasi
Penggunaan dan Perawatan Pesawat Terbang dan Helikopter, Pendidikan dan
Pelatihan serta Jasa Lainnya.
·
PT.
Garuda Indonesia: Penggunaan jasa angkutan
udara untuk penumpang dan kargo pada rute penerbangan dalam dan luar negeri,
berikut jasa pendukungnya.
·
Aktif di Tim P3DN
(Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri).
Dalam tata kelola pengadaan
barang dan jasa untuk mendukung kegiatan operasional hulu migas, BPMIGAS
mengaturnya lebih lanjut dalam Pedoman
Tata Kerja No. 007 Revisi-II Tahun 2011 (“PTK-007”) tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Suplai untuk
Kontraktor KKS sudah ada bab khusus yang mengatur “Pengutamaan
Penggunaan Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri”. Sasarannya agar pemanfaatan dan pemberdayaan
kapasitas nasional dalam kegiatan usaha hulu migas terus dapat dimaksimalkan
dan meningkat dari waktu ke waktu.
Beberapa
kebijakan umum dalam PTK-007 yang sangat jelas berpihak pada
kepentingan nasional adalah:
·
Melaksanakan pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah negara Republik
Indonesia sesuai ketentuan perundangan yang berlaku di negara Republik
Indonesia.
·
Dalam melaksanakan setiap
pengadaan barang/jasa Kontraktor Kontrak
Kerja Sama (KKKS) harus mengutamakan penggunaan barang, jasa, dan
sumber daya manusia dalam negeri.
Pengutamaan sumber daya manusia dalam negeri ini terlihat pada rapat-rapat
RPTKA (Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing) yang alot. Semaksimum mungkin
pos-pos yang masih diduduki atau akan diiduki oleh orang asing di-challenge oleh rekan-rekan di BPMIGAS
agar menggunakan tenaga kerja dalam negeri. Penggunaan tenaga kerja asing hanya
bisa diluluskan melalui kriteria yang sangat ketat, antara lain pekerjaan yang
memang benar-benar belum mampu dilakukan oleh tenaga kerja dalam negeri. Inipun
dipatok tenggat waktu tertentu dimana setelah tenggat waktu tersebut
terlampaui, tenaga kerja asing tersebut harus diganti oleh tenaga kerja
Indonesia melalui proses alih teknologi. Artinya pihak kontraktor harus
mempersiapkan skenario agar pos tersebut kelak dapat diisi oleh orang
Indonesia.
·
Pada dasarnya hanya perusahaan dalam
negeri dan perusahaan nasional yang diperbolehkan berpartisipasi dalam memasok barang/jasa
untuk kebutuhan operasional Kontraktor KKS.
Sedangkan perusahaan penyedia
barang/jasa asing dimungkinkan untuk berpartisipasi dengan
cara: (i) Membentuk perusahaan lokal di Indonesia dibawah
hukum Republik Indonesia – sebagai perwakilan,
(ii) Menjalin
kemitraan dengan perusahaan lokal di Indonesia dengan cara menunjuk perusahaan
lokal sebagai agen, (iii) Membentuk konsorsium
dengan perusahaan-perusahaan lokal yang sudah ada di Indonesia. Artinya perusahaan asing tidak diperkenankan ikut
lelang langsung tanpa menggandeng patner lokal atau menggunakan sumber daya
dalam negeri.
Pemberdayaan
Perbankan Nasional
Khusus dalam hal pemberdayaan perbankan nasional, beberapa
hal yang telah dilgagas oleh BPMIGAS adalah:
* Transaksi
pembayaran pengadaan barang/jasa melalui Bank Umum Nasional.
* Penempatan
dana Abandonment and Site Restoration (ASR).
* Cash Management – pengelolaan cash flow Kontraktor KKS oleh Bank.
* Perbankan
nasional mulai dilibatkan sebagai trustee and paying agent untuk
kontrak-kontrak penjualan LNG dan LPG.
* Perbankan
nasional mulai terlibat langsung membiayai pengembangan proyek Migas.
Para pihak yang mengikat
diri dalam kontrak
pengadaan barang/jasa harus memiliki rekening pada
bank yang berada di wilayah
negara Republik Indonesia, baik sebagai rekening pembayar atau rekening
penerima. Bagi Kontraktor KKS tahap
produksi, semua transaksi pembayaran wajib menggunakan Bank Umum yang bersatus
BUMN/D. Adanya kebijakan ini secara signifikan telah
meningkatkan omzet perbankan nasional sekaligus meningkatkan ukuran segmen
pasar meraka di klaster industri hulu migas. Sesuatu yang belum pernah terjadi
dalam beberapa tahun sebelumnya. Berbagai lokakarya, terutama yang ada
kaitannya dengan pendanaaan kegiatan operasional hulu migas, selalu mengundang
dan melibatkan wakil-wakil perbankan nasional, terutama bank pelat merah.
Nilai
komitmen transaksi pembayaran pengadaan barang dan jasa KKKS yang menggunakan
bank umum berstatus Bank BUMN, afiliasi Bank BUMN, dan Bank BUMD tercatat
sebesar US$ 14,94 Miliar mulai dari April 2009 (sejak kebijakan ini pertama
kali digulirkan BPMIGAS) sampai dengan Desember 2011. Sedangkan nilai komitmen
transaksi di tahun 2011 saja tercatat US$ 6,35 Miliar.
Dana
Abandonment and Site Restoration (ASR) adalah sejumlah dana yang harus
dicadangkan Kontraktor KKS untuk menghentikan pengoperasian Fasilitas Produksi
dan sarana penunjang lainnya secara permanen dan menghilangkan kemampuannya
untuk dapat dioperasikan sekaligus menata ulang kondisi lingkungan sekitarnya.
Pada
tahun 2009 BPMIGAS mengarahkan agar pengumpulan dana ASR dilaksanakan
melalui joint account antara BPMIGAS
dan Kontraktor KKS di perbankan nasional. Dari kebijakan ini besarnya Dana ASR
yang disimpan di perbankan nasional mengalami peningkatan. Jika di tahun 2010 dana tersebut sebesar US$ 167 juta, maka pada tahun 2011 meningkat menjadi
US$ 232 juta.
Usaha
melibatkan perbankan nasional dalam kegiatan industri hulu migas, baik sebagai
tempat Penyimpanan dana ASR, maupun pada transaksi pengadaan barang dan jasa
dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas likuiditas perbankan nasional
sehingga bisa berperan aktif dalam penyaluran kredit, baik kredit investasi
maupun modal kerja, untuk industri migas pada khususnya dan sektor rill pada
umumnya.
Peluang
pemberian kredit oleh perbankan untuk sektor hulu migas masih terbuka lebar.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia, kredit yang diberikan oleh perbankan
nasional ke sektor pertambangan (termasuk sektor hulu migas) pada periode
2003-2009 hanya 3,8% untuk kredit investasi dan 2% untuk kredit modal kerja
(Bank Indonesia, 2009).
Keberpihakan pada Produk Dalam Negeri
Adanya kebijakan mengutamakan produk
dalam negeri dalam PTK-007 menyebabkan nilai komponen dalam negeri yang
indikatornya adalah Persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) secara
konsisten meningkat dari tahun ke tahun. Dari total nilai pengadaan barang/jasa
kegiatan hulu migas di tahun 2011 sebesar US$ 11,8 Miliar, TKDN agregatnya
mencapai 61%. Artinya sebesar US$ 7,2 Miliar merupakan komponen barang/jasa
produk dalam negeri. Di tahun 2012 sampai dengan Oktober diperkirakan TKDN
agregat telah mencapai sekitar 62-an %. Karena capaian TKDN di kegiatan hulu
migas inilah maka Kementerian ESDM mendapat penghargaan UP3DN (Upaya Peningkatan Penggunaan
Produksi Dalam Negeri).
Tidak mudah mencapai TKDN sebesar itu mengingat karakteristik kegiatan usaha hulu migas yang serba hi-tec. Rasanya tidak ada subsektor industri lain yang sama padat modal dan padat teknologinya dengan industri hulu migas yang mampu memperoleh capaian TKDN sebesar itu. BPMIGAS telah bekerja keras untuk menumbuhkembangkan industri barang/jasa dalam negeri. Bahkan terkesan selama ini BPMIGAS lebih semangat dan lebih proaktif ketimbang instansi lain yang sebetulnya lebih diamanahkan untuk menumbuhkembangkan industri nasional.
Porsi Perusahaan Migas Nasional
dalam Produksi Migas Indonesia
Saat ini sekitar
30% dari porsi migas nasional yang diproduksikan sendiri oleh Pertamina dan
perusahaan swasta nasional lain yang bergerak di sektor hulu migas. Sisanya
yang 70% merupakan porsi perusahaan-perusahaan migas asing yang beroperasi di
Indonesia sejak dan sebelum era 1970-an. Ini berarti Indonesia masih sangat
bergantung pada investasi, teknologi, dan sumber daya asing. Lelang wilayah
kerja migas dibuka seluas-luasnya, sehingga perusahaan nasionalpun dapat ikut
asalkan memiliki kemampuan seumber daya, terutama finansial. Namun karakteristik
kegiatan usaha hulu migas yang padat modal, padat teknologi, dan penuh risiko
itu memang memerlukan “mental baja” bagi para pengusaha yang ingin terjun,
mengingat semua risiko ditanggung oleh kontraktor. Mungkin ini yang menyebabkan
para pengusaha nasional terkesan masih takut-takut dalam berpartisipasi
mengeksplorasi cekungan-cekungan migas di Indonesia.
Fakta bahwa industri migas modern di Indonesia telah
dimulai sejak satu seperempat abad lalu di jaman pemerintahan Hindia Belanda
(ketika Aeilko Jans Zijlker pada tahun 1884 melakukan pengeboran sumur Telaga Tiga-1 di
lapangan minyak Telaga Said di wilayah Deli, Sumatera Utara) bahkan merupakan tempat lahirnya
cikal-bakal perusahaan migas raksasa SHELL, dan fakta bahwa Indonesia merupakan
pelopor kontrak model PSC belum mampu juga membuat Indonesia mandiri dalam
mengelola sektor migasnya. Padahal tujuan luhur konsep PSC menurut tokoh
pencetusnya, Ibnu Sutowo, agar
bangsa Indonesia lebih cepat mampu mandiri dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri
karena manajemen berada di tangan pemerintah (c.q. PERTAMINA). Namun dalam
perjalanannya Pertamina banyak mengalami disorientasi ketika itu sehingga tidak
fokus untuk menumbuhkgembangkan bisnis intinya. Setelah diberlakukannya UU
Migas No 22/2001 produksi Pertamina
secara konsisten mengalami kenaikan. Saat ini secara nasional level produksi
minyak Pertamina menduduki posisi kedua setelah PT.Chevron Pacific Indonesia dan
cukup aktif dalam kegiatan eksplorasi. Ini artinya dengan diberlakukaannya UU
Migas No 22/2001 Pertamina dapat lebih fokus sebagai entitas bisnis.
Yang
Dioptimasi dalam Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian
Instansi seperti BPMIGAS, atau
sekarang digantikan oleh SKMIGAS, melaksanakan kegiatan pengawasan dan
pengendalian (wasdal) kegiatan usaha hulu migas dengan cara pre, current, dan
post audit. Yang dioptimasi sebetulnya terdiri dari tiga hal pokok, yaitu
target produksi, biaya operasi, dan pemberdayaan kapasitas nasional (terutama
pemaksimuman pemanfaatan tenaga kerja serta barang/jasa dalam negeri). Target
optimasi adalah bagaimana dengan biaya yang optimal, kapasitas nasional dapat
dimanfaatkan secara maksimum, kemudian dapat diperoleh capaian produksi
semaksimum mungkin. Pekerjaan yang tidak mudah. Terkadang harga barang/jasa
terpaksa lebih mahal sedikit (karena memang ada koefisien preferensi 15% untuk barang dan 7,5% untuk jasa produk dalam negeri) demi membela produk barang/jasa dalam negeri.
Ketidakmudahan ini semakin komplek manakala BPMIGAS dalam membela
kepentingan industri dalam negeri tetap harus patuh pada berbagai peraturan lain,
seperti undang-undang anti monopoli dan anti oligopoli yang diawasi oleh KPPU.
Organization Capability,
Remunerasi, Semangat Nasionalisme, dan Tantangan Masa Depan
Karena instansi seperti BPMIGAS berada di klaster industri hulu migas
dan mengemban amanah yang tidak ringan, maka tentulah sumber daya manusianya
harus orang-orang profesional yang terbaik (top
notch). Ketika banyak karyawan bawaan dari Pertamina-BPPKA pensiun serta
sejalan dengan pengembangan organisasi, maka untuk merekrut orang-orang migas
terbaik – terutama yang berasal dari kontraktor migas sendiri – tentunya remunerasi dan fasilitas pekerja di BPMIGAS harus cukup kompetitif. Jika tidak maka BPMIGAS akan kesulitan mendapatkan orang-orang terbaik yang mampu manjawab berbagai
tantangan masa kini dan akan datang kegiatan usaha hulu migas, walaupun secara umum remunerasi tersebut masih di bawah para kontraktor migas. Upaya mendekati remunerasi kontraktor migas ini dimaksudkan agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam kegiatan pengawasan terhadap kontraktor migas.
BPMIGAS yang secara terus-menerus membenahi kemampuan organisasinya sebetulnya sudah on track untuk menjadi organisasi world class. Para pekerja yang berasal dari kontraktor migas rela turun penghasilan
secara signifikan untuk dapat bergabung dengan BPMIGAS karena satu semangat: nasionalisme. Semangat
ingin berperan lebih besar dan lebih nyata bagi kepentingan negara.
Tren
kegiatan hulu migas mendatang adalah:
·
Makin ke arah kawasan timur Indonesia dan laut dalam seiring dengan
menuanya usia lapangan-lapangan migas di kawasan barat.
·
State-of-the art teknologi akan didominasi oleh teknologi lepas pantai (offshore) di kawasan timur dan Enhanced Oil
Recovery (EOR) di kawasan barat.
·
Berdasarkan
tren produksi migas dalam satu dekade terakhir, kita telah memasuki era gas.
Akan banyak fasilitas produksi dan pemipaan gas yang dibangun di lepas pantai.
·
Pengembangan
hidrokarbon non-konvensional untuk menambah pasokan energi primer. Saat ini Coal
Bed Methane (CBM) sudah mulai
dikembangkan.
Tren tersebut
menyebabkan kegiatan hulu migas mendatang akan lebih padat modal, padat
teknologi, padat risiko, serta memerlukan sumber daya pendukung lain yang lebih
tinggi standar kualitasnya, sehingga ketergantungan terhadap
sumber daya impor akan lebih tinggi. Hal
ini merupakan tantangan finansial, teknologi, kemampuan sumber daya manusia,
dan pemberdayaan kapasitas nasional. Jadi jangan sampai industri dan sumber daya alam yang sangat vital dan strategis ini menjadi bahan permainan tarik-tarikan kepentingan politik atau menjadi ajang perebutan kekuasaan. Jika sampai terjadi, maka instansi seperti eks BPMIGAS dapat mengalami berbagai disorientasi yang berakibat karut-marutnya tata kelola kegiatan hulu migas, sehingga akhirnya pemanfaatan sumber daya migas tidak lagi sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat.
AMAR PUTUSAN MK NO. 36/PUU-X/2012:
·
Pasal 1
angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48
ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63 UU 22 Tahun 2001 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
· Frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam Pasal 11
ayat (1), frasa “melalui Badan Pelaksana” dalam Pasal 20 ayat (3), frasa
“berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 21 ayat (1),
frasa “Badan Pelaksana dan” dalam Pasal 49 UU 22 Tahun 2001 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
·
Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana
dalam Penjelasan UU 22 Tahun 2001 bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
· Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Minyak dan Gas
Bumi dilaksanakan Pemerintah, c.q.
Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur
hal tersebut.
Pasca Keputusan MK: Way Forward
Yang dipaparkan di atas hanya beberapa contoh capaian BPMIGAS dalam hal menjaga kedaulatan negara, keberpihakan pada kepentingan nasional, dan upaya efisiensi biaya kegiatan hulu migas. Masih banyak yang lain.
Pasca keputusan MK tentu saja ada kegalauan serta degradasi moral dan semangat di kalangan pekerja eks BPMIGAS – suatu hal yang sangat manusiawi. Namun yang saya salut adalah teman-teman tetap menjunjung tinggi profesionalisme, mengedepankan kepentingan bangsa, tetap bekerja seperti biasa (business as usual), tidak terprovokasi dengan berbagai hujatan di media massa dan banyak pihak, tidak ada pemogokan dan tidak ada demo. Ini menunjukkan bahwa kualitas teman-teman eks BPMIGAS memang beda.
Yang dipaparkan di atas hanya beberapa contoh capaian BPMIGAS dalam hal menjaga kedaulatan negara, keberpihakan pada kepentingan nasional, dan upaya efisiensi biaya kegiatan hulu migas. Masih banyak yang lain.
Pasca keputusan MK tentu saja ada kegalauan serta degradasi moral dan semangat di kalangan pekerja eks BPMIGAS – suatu hal yang sangat manusiawi. Namun yang saya salut adalah teman-teman tetap menjunjung tinggi profesionalisme, mengedepankan kepentingan bangsa, tetap bekerja seperti biasa (business as usual), tidak terprovokasi dengan berbagai hujatan di media massa dan banyak pihak, tidak ada pemogokan dan tidak ada demo. Ini menunjukkan bahwa kualitas teman-teman eks BPMIGAS memang beda.
Keputusan MK sudah final, maka yang harus dilakukan teman-teman eks
BPMIGAS – yang kini bernaung dibawah SKMIGAS – adalah: (i) tetap solid, (ii)
tetap mengawal kesinambungan kegiatan usaha hulu migas untuk kepentingan yang
lebih luas yaitu kepentingan bangsa, (iii) mengawal hak-hak selama menjadi
pegawai BPMIGAS, (iv) ikut serta mengawal revisi undang-undang migas sehingga
nanti terbentuk institusi baru sebagai pengganti permanen BPMIGAS, (v) waktunya
untuk introspeksi, dan (vi) bersama-sama dengan teman-teman di KKKS berpartisipasi
aktif dalam kegiatan kehumasan untuk menjelaskan kepada stakeholders yang lebih
luas tentang lekak-liku tata kelola kegiatan usaha hulu migas yang sebenarnya.
Undang-undang Migas yang baru nanti diharapkan mampu menata kegiatan
usaha hulu migas ke arah yang lebih baik lagi untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat dan bebas dari kepentingan poltik ekonomi segelintir golongan. Selagi
kontrak penambangan migas di Indonesia masih menganut rejim PSC, maka instansi
yang menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian seperti eks BPMIGAS tetap
dibutuhkan. Dengan kata lain, instansi seperti BPMIGAS ada karena adanya kontrak PSC, bukan sebaliknya. Apakah bentuknya nanti (i) serupa dengan BPMIGAS namun dengan
berbagai penguatan dan perbaikan tugas pokok dan fungsi (termasuk misalnya ada semacam majelis wali amanah selaku pengawas instansi baru tersebut), (ii) bagian dari BUMN
Migas (seperti era PERTAMINA-BPPKA), atau (iii) menjadi BUMN khusus yang mengawasi
para kontraktor PSC (seperti CNOOC di China).
Akhir-akhir ini makin terasa gesekan-gesekan antar elemen bangsa demi
kepentingan politik golongannya semata. Ini menunjukkan bahwa kita bukan
bangsa yang kompak. Pertikaian yang sering terjadi akan makin memperlemah
pertahanan dan ketahanan nasional. Sejarah peradaban telah memberikan
pembelajaran kepada kita bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki
komitmen moral, menguasai IPTEK, dan kompak.
1 comment:
nice post, pasti kerjanya di wisma mulia ya pak.. hehe
Post a Comment