Monday, September 1, 2008

Korelasi antara Good Governance dengan Tingkat Kemakmuran Sebuah Negara

Bagaimana korelasi antara good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) dengan tingkat kemakmuran? Tentu saja jawabannya adalah positif. Artinya makin tinggi skor indikator governance suatu negara maka rakyatnya akan semakin makmur. Lalu bagaimana dengan sebuah negara yang skor governance-nya tinggi tetapi belum mencapai standar tingkat kemakmuran tertentu? Ini hanya soal waktu. Dalam kurun yang tidak lama negara ini akan menyalib negara-negara di atasnya atau yang sudah lebih dulu makmur tetapi memiliki skor governance yang jelek. Kita tidak usah jauh-jauh dalam mencari contoh. Malaysia dan Thailand sampai era tahun 1970-an tingkat kemakmurannya berada di bawah Indonesia, bahkan Malaysia ketika itu banyak mengimpor guru-guru dari Indonesia. Tetapi lihat kenyataannya sekarang, Indonesia telah tertinggal cukup jauh dari kedua negara ini. Korea Selatan konon sampai paruh kedua tahun 1960-an tingkat kemakmurannya sama dengan Indonesia. Tetapi sekarang Korsel sudah berhasil menyejajarkan kemampuan industrinya dengan Jepang. Pada akhirnya good governance memang dapat menghantarkan suatu bangsa dalam memimpin peradaban dunia.

Dalam artikel ini saya mencoba membandingkan skor governance beberapa negara terhadap tingkat kemakmuran rakyatnya. Sebetulnya ada banyak parameter yang dapat dipakai sebagai acuan untuk mengidentifikasi tingkat kemakmuran suatu negara. Namun saya memfokuskan pada tiga parameter saja, yaitu pendapatan per kapita (per capita income), indeks pembangunan manusia (human development index), dan tingkat daya saing (competitiveness).

Parameter yang sering dikaitkan orang secara langsung dengan tingkat kesejahteraan suatu bangsa adalah pendapatan per kapita. Secara matematis pendapatan per kapita didefinisikan sebagai produk domestik bruto (GDP) nominal dibagi dengan jumlah penduduk.

Human Development Index (HDI) adalah suatu standar pengukuran tingkat kesejahteraan berdasarkan usia harapan hidup (life expectancy), angka melek hurup (literacy), tingkat pendidikan (education), dan standar hidup (standard of living). HDI digunakan untuk menentukan apakah sebuah negara sudah maju, berkembang, atau terbelakang. HDI pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh Amartya Sen – pemenang Nobel dari India – dan Mahbub ul-Haq – ekonom dari Pakistan. Hasil kerja mereka diadopsi oleh United Nations Development Programme (UNDP) dalam membuat laporan tahunan pembangunan manusia. HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia:

- Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
- Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca-tulis pada orang dewasa dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas.
- Standar kehidupan yang layak diukur dengan per kapita gross domestic product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli (purchasing power parity) dalam Dolar AS.

Sementara tingkat daya saing (competitiveness index) merupakan ukuran sejauh mana suatu negara – institusi-institusi, kebijakan, dan faktor-faktor terkait – mampu memberikan kemakmuran kepada warganegaranya. Hal ini tergantung dari seberapa produktif dan efisien sebuah negara mampu mengelola sumber daya yang tersedia.

Selanjutnya mari kita lihat korelasi positif antara skor indikator governance dengan ketiga parameter tersebut. Tabel di bawah menunjukan skor indikator governance, pendapatan per kapita, HDI, dan tingkat daya saing beberapa negara untuk tahun 2007:

Pendapatan per kapita diambil dari survei IMF yang dilakukan pada 180 negara anggota; tertinggi Luxembourg dengan pendapatan per kapita US$ 104,673, terendah Zimbabwe dengan pendapatan per kapita US$ 55.

HDI diambil dari survei UNDP yang dilakukan pada 177 negara; tertinggi Islandia (Iceland) dengan skor 0.968, terendah Sierra Leone dengan skor 0.336.

Tingkat daya saing diambil dari Global Competitiveness Report dari World Economic Forum (organisasi nirlaba berbasis di Geneva) yang melakukan survei terhadap 131 negara; Amerika Serikat memperoleh peringkat tertinggi dengan skor 5.67, Chad berperingkat terendah dengan skor 2.78.

Sedangkan skor indikator governance dan control of corruption saya ambil dari data Bank Dunia (lihat posting pada tanggal 20 Agustus 2008).

Skor indikator governance, pendapatan per kapita, Human Development Index, dan tingkat daya saing beberapa negara pada tahun 2007.

Pada umumnya negara-negara yang sudah maju serta mempunyai skor indikator governance yang tinggi dan pemerintahan yang ‘bersih’ juga mempunyai pendapatan per kapita, HDI, dan tingkat daya saing yang tinggi. Ini terlihat pada negara-negara Finlandia, Switzerland, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Singapore. Dibandingkan dengan Korea Selatan (peringkat 34), pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2007 hanya sepersepuluhnya. India (peringkat 131) dan Vietnam (peringkat 140) masih di bawah Indonesia, tetapi bukan tidak mungkin bila Indonesia tidak segera berbenah diri maka India dan Vietnam ini akan segera menyusul Indonesia dalam peringkat pendapatan per kapita. Apalagi India merupakan calon raksasa industri baru (menyusul China). Sedangkan Vietnam telah terlihat sungguh-sungguh dalam menjalankan tata pemerintahannya – ini terlihat dari rata-rata skor indikator governance dan skor control of corruption yang lebih tinggi dari Indonesia.

Beberapa Catatan

1. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada korelasi yang sangat positif antara good governance dengan tingkat kemakmuran bangsa. Negara-negara yang sudah maju dan tinggi skor governance-nya akan mempunyai tingkat kemakmuran yang tinggi. Ini dapat dilihat dari pendapatan per kapita, indeks pembangunan manusia, dan tingkat daya-saingnya.

2. Walaupun banyak variabel input dalam proses pembangunan, namun pemerintah (government) merupakan input langsung. Oleh karena itu, kualitas output-nya akan sangat bergantung pada kualitas orang-orang yang duduk di pemerintahan.

3. Untuk memberikan pelayanan publik yang baik, maka birokrasi – baik di pemerintahan, badan usaha, maupun organisasi kemasyarakatan – harus dibuat efisien karena tujuan birokrasi sebenarnya adalah bagaimana agar proses pelayanan publik sifatnya auditable, yaitu dapat dipertanggungjawabkan dari sisi audit, bukan untuk mempersulit atau menghambat.

4. Revitalisasi moral dan profesionalisme di segala lini – tidak hanya di institusi pemerintah, tetapi juga di sektor swasta maupun organisasi lainnya – ditambah dengan komitmen yang sungguh-sungguh untuk menjadi lebih baik merupakan cara untuk memperbaiki rapor pelaksanaan governance di Indonesia. Disiplin dan kesadaran kritis masyarakat juga sangat diperlukan untuk menunjang terlaksananya good governance.

5. Jika tata pemerintahan tidak dijalankan dengan baik (skor governance jelek) dan rakyatnya tidak memiliki ketahanan disiplin, maka suatu negara akan terpuruk menuju ambang kegagalan (failed state).

6. Good governance adalah kunci keberhasilan pembangunan dan karenanya merupakan syarat mutlak untuk menjadi bangsa yang unggul.

No comments: