Saya mencoba menulis liputan ala infotainment pada dua artikel terdahulu, ternyata ‘riweuh’ juga. Sekarang back to basic lagi: tentang energi.
Ambalat, yaitu wilayah perairan yang lokasinya terletak di sebelah timur Provinsi Kalimantan Timur, kembali menjadi topik berita hangat dalam beberapa minggu terakhir karena ada bagian yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayah teritorialnya setelah Malaysia menerbitkan peta batas wilayah secara sepihak pada tahun 1979. Tanpa bermaksud ingin membahas “perselisihan” yang terjadi antara kedua negara (Indonesia dan Malaysia) karena bukan ranah saya dan lagipula sudah diekspos secara ekstensif oleh media massa, saya jadi tertarik dengan “angka-angka” minyak dan gas yang diduga terkandung di bawah dasar laut Ambalat ini.
Kalau kita melihat peta di atas, yang saya ambil dari tempointeraktif edisi 15 Maret 2005, bagian yang juga diklaim oleh Malaysia itu terdiri dari tiga blok (wilayah kerja pertambangan) migas, yaitu Bukat, Ambalat, dan East Ambalat. Blok Bukat dan Ambalat dikelola oleh ENI, perusahaan migas multinasional dari Italia, sedangkan Blok East Ambalat dikelola oleh perusahaan migas Chevron. Terlihat di peta bahwa, akibat Malaysia menarik garis batas secara sepihak ke arah selatan, bagian utara dari ketiga blok tersebut “dimasukkan” Malaysia sebagai bagian dari wilayah teritorialnya.
Tadinya sebelum menulis artikel ini saya ingin mencari-cari informasi dari instansi terkait – katakanlah BP Migas – tentang potensi migas yang ada di blok-blok Ambalat ini. Namun karena statusnya sebagai “hot spot” akhirnya saya urungkan. Saya hanya merekap berbagai informasi yang berserakan di beberapa media yang menurut saya cukup layak untuk dijadikan rujukan. Masalah Ambalat adalah masalah bangsa, jadi saya pikir teman-teman juga banyak yang ingin dan berhak mengetahui apa yang terkandung di bawah perairan Ambalat ini.
Sepanjang yang saya ketahui ketiga blok tersebut masih dalam fase eksplorasi. Urut-urutan pekerjaan eksplorasi kira-kira sebagai berikut: (1) mencari ada atau tidaknya kandungan migas, (2) evaluasi kandungan migas serta sifat-sifat fisik fluida dan batuan, dan (3) evaluasi ekonomis – apakah cukup memiliki nilai ekonomis (komersial) untuk diproduksikan (dieksploitasi).
Karena masih dalam fase eksplorasi maka belum ada angka-angka “certified” tentang berapa cadangan dan berapa produksi yang bisa dihasilkan blok-blok di Ambalat ini. Dari ketiga blok, baru di blok Bukat saja yang sudah dilakukan pemboran eksplorasi. Sedangkan blok Ambalat dan East Ambalat sedang dalam tahapan seismik – tahapan paling awal fase eksplorasi (belum ada pemboran). Sebelum dibor, kita tidak bisa memastikan apakah ada kandungan migas di dalamnya. Setelah dipastikan ada kandungan migas, baru selanjutnya bisa dihitung cadangannya. Jadi kalau masih dalam tahapan eksplorasi angka cadangan belum muncul, yang ada baru sekedar “potensi”.
April 2009 lalu ketika ENI melakukan pemboran eksplorasi di Bukat, yaitu di lapangan Aster, ditemukan adanya kandungan minyak yang “diperkirakan” memiliki potensi produksi antara 30 ribu sampai 40 ribu barel per hari (tempointeraktif, Antara News, dan Media Indonesia online; 17 April 2009). Angka ini cukup memiliki arti di tengah produksi minyak Indonesia yang terus menurun hingga hanya mencapai level 960 ribu barel per hari. Ini baru dari satu lapangan di blok Bukat saja. Satu blok bisa terdiri dari beberapa lapangan. Yang dipersengketakan itu ada tiga blok. Saya tidak memiliki informasi ada berapa lapangan di dalam ketiga blok tersebut. Secara matematis, hasil kali potensi produksi dengan jumlah keseluruhan lapangan akan besar sekali.
Namun, sekali lagi, karena masih dalam fase eksplorasi, angka perkiraan potensi produksi tersebut masih sangat awal. Masih perlu tahapan lain seperti uji DST (drill stem test), uji produksi, evaluasi menyeluruh terhadap sifat-sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya, serta pemboran sumur-sumur delineasi (delineation wells). Makanya yang namanya angka-angka potensi migas itu bisa berubah-ubah sesuai dengan progres tahapan eksplorasinya, bisa membesar bisa juga mengecil. Semakin banyak informasi yang diperoleh, tingkat akurasi angka-angka yang dihasilkan makin tinggi.
Selain angka perkiraan dari hasil pemboran eksplorasi di atas, ada lagi angka-angka dari ahli geologi. Seperti yang dirilis oleh tempointeraktif 2 Juni 2009, Andang Bachtiar, geolog independen yang mantan Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), mengatakan kawasan perairan Ambalat menyimpan kandungan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar. Satu titik tambang di Ambalat menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Itu baru satu titik dari sembilan titik yang ada di Ambalat. Angka-angka yang menurut saya sangat “optimistis”. Satu hal yang saya sukai dari para geolog adalah selalu optimis. Makanya sering “argue” dengan para engineer. Angka-angka tersebut biasanya didapatkan para geolog dari statistik berbagai cekungan (basin) migas yang tersebar di Indonesia atau bisa juga berdasarkan analogi terhadap lapangan-lapangan migas di sekitarnya yang struktur geologinya serupa.
Apa yang saat ini dapat saya simpulkan tentang Ambalat adalah: (1) di Ambalat sudah terbukti adanya kandungan minyak, dan (2) diperkirakan potensi migas yang terkandung di dalamnya dalam jumlah yang besar – secara bisnis dan ekonomi menjanjikan. Maka Pemerintah harus secepat mungkin mengembangkannya. Hal ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi semata, tetapi – lebih dari itu – berdasarkan pertimbangan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya kegiatan eksploitasi sumber daya alam di wilayah frontier menunjukkan eksistensi kedaulatan RI. Belajar dari pengalaman, selama ini wilayah-wilayah frontier masih minim sentuhan pembangunan dan bahkan banyak yang terlantarkan.
Ambalat, yaitu wilayah perairan yang lokasinya terletak di sebelah timur Provinsi Kalimantan Timur, kembali menjadi topik berita hangat dalam beberapa minggu terakhir karena ada bagian yang diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayah teritorialnya setelah Malaysia menerbitkan peta batas wilayah secara sepihak pada tahun 1979. Tanpa bermaksud ingin membahas “perselisihan” yang terjadi antara kedua negara (Indonesia dan Malaysia) karena bukan ranah saya dan lagipula sudah diekspos secara ekstensif oleh media massa, saya jadi tertarik dengan “angka-angka” minyak dan gas yang diduga terkandung di bawah dasar laut Ambalat ini.
Kalau kita melihat peta di atas, yang saya ambil dari tempointeraktif edisi 15 Maret 2005, bagian yang juga diklaim oleh Malaysia itu terdiri dari tiga blok (wilayah kerja pertambangan) migas, yaitu Bukat, Ambalat, dan East Ambalat. Blok Bukat dan Ambalat dikelola oleh ENI, perusahaan migas multinasional dari Italia, sedangkan Blok East Ambalat dikelola oleh perusahaan migas Chevron. Terlihat di peta bahwa, akibat Malaysia menarik garis batas secara sepihak ke arah selatan, bagian utara dari ketiga blok tersebut “dimasukkan” Malaysia sebagai bagian dari wilayah teritorialnya.
Tadinya sebelum menulis artikel ini saya ingin mencari-cari informasi dari instansi terkait – katakanlah BP Migas – tentang potensi migas yang ada di blok-blok Ambalat ini. Namun karena statusnya sebagai “hot spot” akhirnya saya urungkan. Saya hanya merekap berbagai informasi yang berserakan di beberapa media yang menurut saya cukup layak untuk dijadikan rujukan. Masalah Ambalat adalah masalah bangsa, jadi saya pikir teman-teman juga banyak yang ingin dan berhak mengetahui apa yang terkandung di bawah perairan Ambalat ini.
Sepanjang yang saya ketahui ketiga blok tersebut masih dalam fase eksplorasi. Urut-urutan pekerjaan eksplorasi kira-kira sebagai berikut: (1) mencari ada atau tidaknya kandungan migas, (2) evaluasi kandungan migas serta sifat-sifat fisik fluida dan batuan, dan (3) evaluasi ekonomis – apakah cukup memiliki nilai ekonomis (komersial) untuk diproduksikan (dieksploitasi).
Karena masih dalam fase eksplorasi maka belum ada angka-angka “certified” tentang berapa cadangan dan berapa produksi yang bisa dihasilkan blok-blok di Ambalat ini. Dari ketiga blok, baru di blok Bukat saja yang sudah dilakukan pemboran eksplorasi. Sedangkan blok Ambalat dan East Ambalat sedang dalam tahapan seismik – tahapan paling awal fase eksplorasi (belum ada pemboran). Sebelum dibor, kita tidak bisa memastikan apakah ada kandungan migas di dalamnya. Setelah dipastikan ada kandungan migas, baru selanjutnya bisa dihitung cadangannya. Jadi kalau masih dalam tahapan eksplorasi angka cadangan belum muncul, yang ada baru sekedar “potensi”.
April 2009 lalu ketika ENI melakukan pemboran eksplorasi di Bukat, yaitu di lapangan Aster, ditemukan adanya kandungan minyak yang “diperkirakan” memiliki potensi produksi antara 30 ribu sampai 40 ribu barel per hari (tempointeraktif, Antara News, dan Media Indonesia online; 17 April 2009). Angka ini cukup memiliki arti di tengah produksi minyak Indonesia yang terus menurun hingga hanya mencapai level 960 ribu barel per hari. Ini baru dari satu lapangan di blok Bukat saja. Satu blok bisa terdiri dari beberapa lapangan. Yang dipersengketakan itu ada tiga blok. Saya tidak memiliki informasi ada berapa lapangan di dalam ketiga blok tersebut. Secara matematis, hasil kali potensi produksi dengan jumlah keseluruhan lapangan akan besar sekali.
Namun, sekali lagi, karena masih dalam fase eksplorasi, angka perkiraan potensi produksi tersebut masih sangat awal. Masih perlu tahapan lain seperti uji DST (drill stem test), uji produksi, evaluasi menyeluruh terhadap sifat-sifat fisik batuan dan fluida yang terkandung di dalamnya, serta pemboran sumur-sumur delineasi (delineation wells). Makanya yang namanya angka-angka potensi migas itu bisa berubah-ubah sesuai dengan progres tahapan eksplorasinya, bisa membesar bisa juga mengecil. Semakin banyak informasi yang diperoleh, tingkat akurasi angka-angka yang dihasilkan makin tinggi.
Selain angka perkiraan dari hasil pemboran eksplorasi di atas, ada lagi angka-angka dari ahli geologi. Seperti yang dirilis oleh tempointeraktif 2 Juni 2009, Andang Bachtiar, geolog independen yang mantan Ketua IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), mengatakan kawasan perairan Ambalat menyimpan kandungan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar. Satu titik tambang di Ambalat menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas. Itu baru satu titik dari sembilan titik yang ada di Ambalat. Angka-angka yang menurut saya sangat “optimistis”. Satu hal yang saya sukai dari para geolog adalah selalu optimis. Makanya sering “argue” dengan para engineer. Angka-angka tersebut biasanya didapatkan para geolog dari statistik berbagai cekungan (basin) migas yang tersebar di Indonesia atau bisa juga berdasarkan analogi terhadap lapangan-lapangan migas di sekitarnya yang struktur geologinya serupa.
Apa yang saat ini dapat saya simpulkan tentang Ambalat adalah: (1) di Ambalat sudah terbukti adanya kandungan minyak, dan (2) diperkirakan potensi migas yang terkandung di dalamnya dalam jumlah yang besar – secara bisnis dan ekonomi menjanjikan. Maka Pemerintah harus secepat mungkin mengembangkannya. Hal ini tidak hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi semata, tetapi – lebih dari itu – berdasarkan pertimbangan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya kegiatan eksploitasi sumber daya alam di wilayah frontier menunjukkan eksistensi kedaulatan RI. Belajar dari pengalaman, selama ini wilayah-wilayah frontier masih minim sentuhan pembangunan dan bahkan banyak yang terlantarkan.
2 comments:
Pantesan tetangga ngiler ya. Bisa milyaran barrels cadangannya donk di Ambalat. Mesti diperjuangkan tuh buat warisan anak cucu. Jangan sampai lepas!
Minyak
Angin
Aromatherapy
Mohon dukungannya yach....?!
Semangat..semangat>>>
Kenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang
MINYAK ANGIN AROMATHERAPY
Post a Comment