Tuesday, April 28, 2020

“Full storage is the scariest thing…”


Minggu lalu (20/4) untuk pertama kali dalam sejarah WTI diperdagangkan dengan harga negatif mencapai minus $37.63 per barel. Ini artinya pembeli malah dibayar untuk mengambil minyak. Penyebab utamanya adalah hub penyimpanan crude (stockpiles) di Cushing, Oklahoma sudah fully booked. Selain WTI, minyak Western Canadian Select juga sempat berharga negatif.

Pandemi Covid-19 yang saat ini masih naik eskalasinya menyebabkan ekonomi global makin terjun ke jurang resesi. Adanya kebijakan lockdown, physical distancing, dan pembatasan sosial berskala besar di berbagai belahan dunia menyebabkan lumpuhnya transportasi, mobilitas manusia berkurang drastis, pusat-pusat bisnis dan industri sebagian besar tutup. Akibatnya konsumsi energi berbasis minyak bumi turun tajam. Para pengamat memperkirakan permintaan minyak bumi saat ini drop 30% dari kondisi normal, atau drop sekitar 30 juta bopd.

Pertengahan April lalu negara-negara OPEC+ (yaitu OPEC plus Rusia) sepakat akan memangkas produksi mereka sebanyak 9,7 juta bopd di bulan Mei dan Juni. Sementara dalam selang waktu lima minggu produksi minyak AS turun 900 ribu bopd dari 13,1 juta bopd (13/3) menjadi 12,2 juta bopd (17/4) – dikutip dari Energy Information Agency.

Dengan rencana OPEC+ menurunkan produksinya sebesar 9,7 juta bopd, plus produksi AS yang telah turun 900 ribu bopd, ini belum cukup untuk mem-balancing turunnya demand sebanyak 30 juta bopd. Secara matematis masih ada kelebihan pasokan sekitar 20 juta bopd.
Jika sebelumnya sampai Q1-2020 krisis minyak dipicu oleh lower demand, over supply, dan pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Sekarang ada tambahan ancaman baru yaitu penuhnya penyimpanan; baik tangki penyimpanan di darat, penyimpanan bawah tanah (cavern), kapal tanker, maupun pipa. 
Menurut IHS Markit (17/4) total kapasitas armada kapal tanker secara global 2,4 miliar barel, hanya 0,2 miliar barel yang masih tersisa untuk dimanfaatkan sebagai floating storage.  Namun beberapa pengamat memperkirakan 99% armada kapal tanker sudah di-booked, baik yang sudah terisi maupun yang statusnya baru on hire.
Dengan kondisi yang masih akan terus over supply di Mei dan Juni, meskipun OPEC+ akan memangkas produksinya, ditambah dengan kondisi storage yang nyaris penuh, para pengamat memprediksi akan ada gelombang kedua harga minyak negatif di bulan Juni – terutama crude yang sensitif dengan ketersediaan storage. Kondisi full storage ini sebenarnya lebih menakutkan dari sekedar harga minyak rendah.
Bagaimana dengan Brent? Ada yang mengatakan tidak akan terjadi harga negatif seperti WTI sebab Brent adalah acuan minyak global dan storage-nya dimana-mana. Segala kemungkinan di tengah situasi krisis seperti ini bisa terjadi, termasuk harga negatif. Dengan tempat penyimpanan yang secara global yang sudah fully booked, termasuk kapal-kapal tanker, bukan tidak mungkin Brent akan mengalami siklus yang sama seperti WTI. Ingat Murphy’s law, “whatever can go wrong, will go wrong.” Tetap harus diantisipasi skenario terburuk bagi negara-negara yang harga minyaknya berpatokan pada Brent. Harus dilakukan asesmen dan monitoring kapasitas penyimpanan di lapangan, pipa, floating storage yang dikelola offtaker, dan storage di pengolahan. Ini juga tergantung komitmen offtaker untuk menampung crude.
Jika harga minyak sedemikian rendahnya, lebih rendah dari biaya produksi sumur, paling-paling operator akan tetap berproduksi dengan baseline tanpa spending. Artinya produksi berjalan seadanya tanpa kegiatan intervensi, yaitu tanpa kegiatan pengeboran, tanpa kerja ulang, tanpa perawatan sumur. Lapangan akan berproduksi sesuai laju penurunan produksi alaminya. Sekedar mengurangi produksi sumur secara teknis masih memungkinkan. Namun jika harus menutup total sumur akan menimbulkan kosekuensi teknis dan finansial yang besar di kemudian hari ketika sumur tersebut akan diproduksikan lagi. Butuh pekerjaan tambahan yang lumayan untuk menghidupkan sumur kembali. Selain produksi sumur belum tentu ke level semula, bisa jadi malah sumur tidak dapat berproduksi lagi. Skenario terburuk operasional tetap harus disiapkan, selain tentunya skenario mempertahankan produksi dan efisiensi biaya.

No comments: