Monday, September 8, 2014

Beberapa Pertanyaan Seputar Sektor Hulu Migas


Untuk berinvestasi di bidang migas memerlukan biaya yang tidak sedikit. Faktor apa saja yang harus ada/diciptakan di dalam negeri agar perusahaan baik dalam maupun luar negeri mau melakukan eksplorasi migas di Indonesia?

Investasi di sektor hulu migas sangat padat modal, padat teknologi, dan padat risiko, serta jangka waktu pengembalian investasi yang lama; maka situasi yang perlu diciptakan di dalam negeri adalah kemudahan dan kepastian berlangsungnya usaha. Dalam hal ini menyangkut:
  • Kepastian regulasi tata kelola hulu migas,
  • kondisi keamanan dalam negeri yang kondusif (relatif stabil, tidak banyak gejolak), 
  • tata kelola yang baik (good governance) dan efisien, 
  • kemudahan dan simplifikasi perijinan, 
  • penghormatan terhadap kontrak (contract sanctity), dan 
  • data awal (preliminary) geologi dan bawah permukaan yang cukup memadai untuk melakukan kegiatan eksplorasi. 
Kondisi di atas merupakan prasyarat untuk menjaga kesinambungan kegiatan hulu migas di Indonesia, mengingat: 
  • Indonesia bersaing dengan sesama negara-negara regional Asia-Pasifik dan belahan dunia lain dalam menarik minat para investor; 
  • mencari tambahan cadangan migas baru saat ini di Indonesia semakin sulit dan semakin banyak tantangan baik secara geologis, teknis, maupun geografis karena kegiatan hulu migas makin mengarah ke kawasan timur Indonesia, makin ke arah laut dalam, bahkan sampai ke kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE);
  • migas masih mendominasi kebutuhan energi primer nasional sampai beberapa dekade mendatang.
Perlu diingat,  jika dibandingkan dengan produksi dan cadangan migas dunia, Indonesia sebetulnya bukanlah negara kaya minyak, bahkan bukan negara kaya gas. Produksi minyak nasional yang sekarang di level 800 ribu BOPD hanya 1% dari produksi minyak global. Cadangan terbukti minyak Indonesia yang saat ini besarnya 3,46 miliar barel hanya 0,2% dari cadangan minyak global. Produksi gas Indonesia yang sekarang di level 7 miliar SCFD hanya 2% dari produksi global. Cadangan terbukti gas Indonesia yang saat ini besarnya 100 TCF hanya 1,6% dari cadangan gas global. Dengan level produksi sekarang, apabila tidak ditemukan cadangan baru, cadangan terbukti minyak akan habis dalam waktu 12 tahun, dan gas akan habis dalam waktu 40 tahun. Ini mengindikasikan Indonesia masih sangat membutuhkan investor untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.

Seberapa besar minat dari perusahaan-perusahaan swasta/asing untuk tetap melakukan eksplorasi di Indonesia?

Jika melihat jumlah Wilayah Kerja (WK) aktif hulu migas yang terus bertambah dari tahun ke tahun sejak diundangkannya UU Migas No. 22 Tahun 2001, yaitu dari 110 WK pada tahun 2003 menjadi 320 WK pada bulan Juli 2014; atau meningkat hampir tiga kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun; maka ini mencerminkan bahwa iklim investasi kegiatan usaha hulu migas di Indonesia masih cukup kondusif. Jumlah WK Gas Metana Batubara (GMB atau CBM) yang pertama kali ditandatangani di tahun 2008, sekarang sudah menjadi 55 WK. Lalu untuk pertamakalinya pada tahun 2013 diakukan penandatanganan WK shale gas. Ini menunjukkan bahwa era hidrokarbon non konvensional sudah dimulai, di samping terus melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi hidrokarbon konvensional.


Iklim investasi hulu migas Indonesia yang masih cukup kondusif juga ditunjukkan dengan peningkatan investasi sektor hulu migas dari tahun ke tahun, dari US$11.34 miliar di tahun 2009 menjadi US$21.94 miliar di tahun 2013. Sedangkan menurut Rencana Anggaran dan Rencana Kerja (Work Program & Budget) Kontraktor KKS di tahun 2014, rencana investasi di kegiatan hulu migas sebesar US$25.64 miliar. Realisasi investasi hulu migas di tahun 2014 sampai dengan bulan Juli menurut rekap sementara mencapai US$12.53 miliar. 

Read more (Baca selengkapnya)...