Thursday, February 23, 2012

Kebijakan Energi dan Kebutuhan Energi Nasional


Kebijakan Energi Nasional

Kebijakan energi nasional Indonesia dijabarkan dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Bab II Pasal 2 dari Perpres tersebut memuat tujuan dan sasaran kebijkan energi nasional:

(1) Kebijakan Energi Nasional bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri.

(2) Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah:
a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025.
b. Terwujudnya bauran energi (primer) yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional:
i. Minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen).
ii. Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
iii. Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
iv. Bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5% (lima persen).
v. Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
vi. Energi baru dan energi terbarukan (EBT) lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% (lima persen).
vii. Batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2% (dua persen).

Meskipun Gas Metana Batubara atau Coal Bed Methane (CBM) tidak disebut secara spesifik dalam sasaran bauran energi primer dalam Perpres 5/2006, namun menurut target Bauran Energi Nasional yang dirilis oleh Ditjen Migas dalam brosur berjudul Investment Opportunities in Indonesia Oil and Gas Sector and Biofuel Development, CBM termasuk dalam bagian EBT bersama-sama dengan jenis energi terbarukan lainnya.

Selanjutnya, pemerintah akan terus melakukan analisis sisi pasokan dan permintaan energi. Sehingga pada tahun 2025 mendatang minyak hanya mencapai 23 persen, gas 19 persen, batubara 30 persen, dan energi terbarukan sebanyak 25,9 persen. Energi terbarukan tersebut terdiri dari energi air (hidro), biomassa, energi surya, dan panas bumi (www.republika.co.id, 16 Desember 2011).

Potensi dan Kebutuhan Pasokan Energi Primer Indonesia

Energi primer adalah energi yang terkandung dalam sumber energi yang langsung disediakan oleh alam dan belum mengalami konversi (perubahan). Minyak bumi, gas bumi, batubara, panas bumi, tenaga air, tenaga angin, radiasi matahari, ombak laut, dan bahan radioaktif adalah contoh-contoh sumber daya energi primer. Indonesia dikarunia beragam energi, baik energi fosil, non fosil, energi baru, maupun energi terbarukan. Tabel 1 menunjukkan berbagai macam energi primer di Indonesia beserta potensi, cadangan, tingkat produksi, dan utilisasinya.


Teramati pertumbuhan kebutuhan pasokan energi primer di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir meningkat pesat karena didorong oleh faktor-faktor berikut:

• Kondisi supply-demand energi di Indonesia belum mencapai titik ekuilibrium. Contohnya saja di sub sektor energi listrik, saat ini rasio elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 67% - masih jauh di bawah 100%. Artinya rata-rata di seluruh wilayah Indonesia masih ada 33 dari 100 rumah tangga yang belum dialiri listrik.

• Pertumbuhan industri dan pemukiman yang pesat memerlukan tambahan pasokan energi yang besar untuk mengimbanginya.

• Jika dilihat dari mapping konsumsi energi per kapita yang dirilis oleh International Energy Agency dalam World Energy Outlook 2008, Indonesia termasuk dalam range terendah, bahkan lebih rendah dari beberapa negara ASEAN.

• Pasca diterpa krisis multidimensi tahun 1998 banyak sektor pembangunan di Indonesia sempat kehilangan momentum. Tentunya banyak langkah pemerintah yang sifatnya “tancap gas” untuk mengejar berbagai proses pembangunan yang sempat tertunda. Energi adalah salah satu sektor yang sempat kehilangan momentum pembangunan.

Butir-butir di atas mengindikasikan bahwa Indonesia memang masih membutuhkan banyak tambahan pasokan energi dari tahun ke tahun sebelum mencapai titik ekuilibrium; yaitu sampai proses industrialisasi, pertumbuhan pemukiman, dan pertambahan penduduk mencapai titik yang paling optimal. Makanya elastisitas energi di Indonesia termasuk tinggi dibanding banyak negara lain – yang secara salah kaprah langsung diklaim banyak pihak sebagai inefisiensi konsumsi energi.

Ketergantungan Indonesia terhadap energi berbasis minyak bumi masih sangat tinggi. Sementara sekitar 80% produksi minyak bumi Indonesia berasal dari cekungan-cekungan tua yang telah berproduksi sejak dan sebelum tahun 1970. Cadangan minyak Indonesia semakin menipis karena rendahnya Reserve Replenishment Ratio (RRR). Lapangan-lapangan tua telah memasuki fase penurunan produksi secara alamiah. Mau tidak mau Indonesia harus berupaya mencari dan mengembangkan sumber energi lain, baik energi baru maupun terbarukan (EBT). CBM adalah salah satunya.

Menurut Indonesia Energy Outlook 2010 (IEO 2010) yang diterbitkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, kebutuhan pasokan energi primer tahunan Indonesia saat ini berada di level 1,08 Miliar BOE – atau rata-rata 2,96 Juta BOEPD. Minyak dan gas masing-masing memakan porsi 39% dan 19% dari bauran energi primer nasional.


Dalam 20 tahun mendatang kebutuhan pasokan energi primer meningkat lebih dari tiga kali lipat. Menurut Skenario Mitigasi dalam IEO 2010, di tahun 2030 kebutuhan pasokan energi primer akan menjadi 3,45 Miliar BOE – atau rata-rata 9,45 Juta BOEPD. Porsi minyak dan gas konvensional di tahun 2010 masih dominan, yaitu sebesar 56%. Akan semakin banyak produksi energi primer Indonesia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik yang terus meningkat di masa mendatang. Oleh karena itu, menurut skenario ini, kebutuhan pasokan CBM di tahun 2030 diintrodusir sebesar 103 Juta BOE (setara 1,6 Miliar SCFD), atau 10% dari total kebutuhan pasokan gas nasional.

No comments: