Thursday, July 17, 2008

Voice of The Voiceless (Suara yang Tak Memiliki Hak Suara)



Dari pengertian tata kelola pemerintahan (governance) yang luas cakupannya, masyarakat mestinya merupakan salah satu aktor yang secara aktif dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Hanya saja pengaruh dan peranan masing-masing kelompok masyarakat akan berbeda-beda. Kelompok elit yang terorganisir dan mempunyai kepentingan tentunya dapat mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan kelompok masyarakat bawah yang tidak mempunyai akses ke pusat kekuasaan serta jauh dari pusat informasi, akan sangat kecil peranannya. Bahkan cenderung tereksploitasi oleh pengambil keputusan. Akhirnya termarjinalkan.

Seringkali orang-orang termarjinalkan tersebut sebetulnya mempunyai kapabilitas untuk duduk di jajaran pimpinan pemerintahan ataupun perusahaan. Bahkan banyak yang lebih cerdas dan lebih bermoral daripada incumbent (pemegang jabatan saat ini). Namun waktu dan kesempatan tidak berpihak pada mereka. Ada yang karena tidak dipedulikan oleh para pengambil keputusan, ada yang karena lingkungannya tidak kondusif untuk melakukan kreativitas, ada yang karena lingkungannya tidak cukup ‘cerdas’ untuk memberinya kesempatan tampil, ada yang karena lingkungannya lebih mementingkan kemampuan ‘public relations’ tenimbang kemampuan teknis, ada juga yang memang tidak berminat. Lalu apa sikap hati yang mesti diambil oleh orang-orang termarjinalkan ini? Saya teringat Gede Prama pernah mengutip kata-kata Zenkei Shibayama, seorang biarawan Zen dari Jepang, dalam Scripture of No Letters:

A flower does not talk:
silently a flower bloom
in silence it falls away…
pure and fresh are the flowers with dew….
Then calmly I read the true world of no letters


Kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, artinya lebih kurang:

Bunga tidak pernah bicara:
mekar tanpa suara
berguguran tanpa suara….
segar dan murni bunga bersiramkan embun pagi….
Dalam hening, terbaca olehku makna ‘tanpa kata’ yang sesungguhnya


Ya, bunga memang tidak pernah bicara. Dipuja atau disingkirkan, dia tetap menyimpan sejuta pesona...... Pesona keindahan tanpa kata…..

2 comments:

Anonymous said...

Hai,
Saya terpancing tuk komén stlh menyimak posting anda kali ini, terlebih ada 2 point yg selama ini agak menjadi konsen saya, yaitu case 'termarjinalkan' dan 'bunga'.
Saya sependapat ''tampaknya'' memang banyak mrk yg termarjinalkan tsb ''mungkin'' lebih : mampu, cerdas dan bermoral dibandingkan para incumbent. Sangat disayangkan bhw dg semua kelebihan yg ada , mrk menjadi tidak (sedikit) ambil bagian or tidak (sedikit) ikut andil dlm 'mengurus/membangun' negeri ini, hanya krn kurangnya akses serta wkt dan kesempatan yg tdk berpihak dan bahkan tdk pedulinya para pengambil keputusan.
ATAU....bisa jadi krn mrk yg termarjinalkan ini ''tidak cukup cerdas'' dalam mengambil kesempatan untuk tampil ?......

Anonymous said...

Halo eyank poetri. Ya, banyak kemungkinan bisa terjadi. Mungkin maksud penulisnya mereka sdh berusaha cukup maksimal 'menangkap' peluang utk memperoleh kesempatan itu, tetapi blm mendapatkan juga. Memang banyak sekali variabel dlm keidupan nyata ini. Utk nilai usaha yg sama kerasnya, blm tentu hasil yg diperoleh sama. Beda dgn di sekolah, usaha dapat menentukan langsung nilai yg akan diperoleh, krn sekolah merupakan contoh ideal - yg dlm beberapa hal hanya terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat.

Anyway, saya suka dengan keindahan bunga teratai yg diposting disini.