Monday, July 21, 2008

Catatan Kecil dari Indonesia International Motor Show 2008


Setelah saya menulis 3 artikel bersambung (trilogi) tentang proteksi industri, saya mendapat kiriman email dari seorang teman yang menyarankan agar artikelnya yang ringan-ringan saja – semacam artikel yang saya posting pada tanggal 30 Juni 2008 tentang Tangkuban Perahu. Barangkali teman ini ada benarnya, karena bagaimanapun blog ini adalah blog biasa saja (it's just another blog) dan berangkat dari hal yang sederhana: ingin belajar sekaligus sharing tentang apa saja, walaupun dalam banyak hal saya memfokuskan pada isu-isu energi dan governance. Toh jika ingin yang lebih “in-depth”, di jagad maya internet banyak berserakan situs atau blog para pakar dan orang-orang pintar. Nah, artikel kali ini sebetulnya berhubungan dengan masalah energi. Karena dipadu dengan unsur hiburan (entertainment), maka liputannya saya sebut energytainment. Unsur hiburan yang saya maksud adalah pelesiran menyaksikan Indonesia International Motor Show (IIMS) 2008 yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, 11-20 Juli 2008.

Selasa, 15 Juli 2008, saat jam istirahat, saya menyempatkan diri menyaksikan IIMS 2008. International Motor Show adalah event eksibisi bergengsi dari para pabrikan mobil lokal maupun internasional yang diadakan sekali setahun. Di kota-kota besar lainpun di dunia event tahunan seperti ini rutin diadakan, dengan tingkat kemeriahan yang berbeda-beda tentunya. Kita kenal misalnya Bangkok Motor Show, Tokyo Motor Show, Detroit Motor Show, dll. Di ajang bergengsi ini para pabrikan otomotif memamerkan produk yang akan mereka tawarkan ke pasar, baik dari sisi desain maupun teknologi yang diusung.

Saya tertarik ingin menyaksikan eksibisi ini karena dua hal. Pertama, saya ingin melihat sejauh mana terobosan teknologi yang dilakukan oleh pabrikan otomotif (terutama pabrikan lokal) untuk membuat jenis kendaraan yang bisa menawarkan dua solusi sekaligus:
(1) respon terhadap pemanasan global (global warming), dan
(2) respon terhadap ketergantungan pada BBM (bahan bakar minyak).

Kedua, saya ingin menyaksikan tingkah polah robot cerdas ASIMO buatan Honda, yang diklaim sebagai robot humanoid pertama di dunia. Robot humanoid adalah robot yang dirancang untuk ‘berpikir’, bertingkah laku, dan berpostur sebagaimana layaknya manusia – beda dengan robot-robot mesin industri. Pada perkembangannya yang terakhir, Asimo sudah bisa diajak bermain bola dan bahkan sudah bisa memimpin konser orkestra.

Setelah beli tiket masuk, saya mulai mem-browse objek-objek yang dipajang, termasuk SPG (Sales Promotion Girls) yang ayu-ayu itu (ufs, becanda lho). Berhubung waktu istirahat hanya satu jam, maka waktu kunjungan ke eksibisi harus digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Walaupun demikian, sempat juga saya bertanya-tanya ke SPG-nya tentang beberapa spesifikasi teknis dari mesin mobil yang dipajang, bahkan sempat meminta brosur untuk jenis mobil yang menarik perhatian. Beberapa SPG lumayan lancar dalam menjelaskan dan menjawab pertanyaan menyangkut spesifikasi teknis dasar. Sempat juga saya mengambil beberapa foto untuk dokumentasi pribadi dengan menggunakan kamera handphone 2 mega pixel yang tidak memiliki fasilitas flash dan anti-shock. Hasil jepretannya bisa diduga, sangat jauh jika dibandingkan dengan hasil jepretan wartawan profesional.

Secara umum, menurut saya, belum banyak terobosan yang dilakukan oleh pabrikan di Indonesia untuk dapat secara signifikan mengurangi ketergantungan dari BBM. Teknologi permesinan yang ditawarkan masih berkutat di seputar efisiensi konsumsi BBM. Kalau semula misalnya mengkonsumsi bensin 1 ltr/10 km, sekarang menjadi 1 ltr/12 km, bahkan ada yang sampai 1 ltr/15 km. Ini bisa dilakukan dengan teknologi buka-tutup katup mesin. Untuk pasar Indonesia, Honda sudah sejak tahun 1997 memperkenalkan teknologi VTEC (Variable Valve Timing and Lift Electronic Control) – semula dipakai oleh Civic dan Accord. Toyota mulai memperkenalkan teknologi VVT-i (Variable Valve Timing Intelligence) pada tahun 2002 lewat Camry. BMW sejak tahun 1997 dengan Double VANOS-nya. Belakangan teknologi buka-tutup katup ini diikuti pabrikan lain. Prinsip teknologi ini adalah pada saat putaran mesin rendah, tidak semua katup hisap terbuka. Begitu putaran mesin tinggi dan butuh akselerasi, barulah seluruh katup hisap terbuka. Dengan demikian, di putaran rendah pemakaian bensin lebih irit. Sekarang pengefisienan bahan bakar ada yang sudah dipadu dengan teknologi yang namanya throttle by wire, yaitu pedal gas terhubungkan secara computerized ke CPU mesin mobil (tidak lagi secara mekanik), sehinga respon yang diperoleh dari injektor bahan bakar dan katup hisap lebih optimal lagi.

Teknologi buka-tutup katup mesin merupakan langkah lanjut dari teknologi twin cam atau DOHC (Double Over Head Camshaft), mesin berporos nok ganda, yang juga bertujuan untuk mengefisienkan bahan bakar. Teknologi DOHC sudah lebih dulu dipekenalkan di Indonesia. Diawali dengan Toyota (Corolla dan Corona) pada tahun 1989, lalu diikuti oleh Mitsubishi (Eterna DOHC) pada tahun 1992.

Dalam hal merespon pemanasan global, pada umumnya produk yang ditawarkan di IIMS sudah memenuhi standar emisi gas buang minimal EURO2. Mengenai standar emisi ini Indonesia memang agak ketinggalan dibandingkan negara tetangga. Singapura dan Thailand konon sudah menerapkan standar EURO4, sementara Malaysia EURO3. Emisi gas buang dari mesin-mesin industri dan kendaraan merupakan kontributor terbesar yang menyebabkan pemanasan global. Makin tinggi standar EURO-nya, makin bersih asap buangan knalpotnya.

Dari hasil browsing selama satu jam di JCC, ada beberapa tipe mobil yang menarik perhatian karena dapat menawarkan dua solusi sekaligus untuk kondisi Indonesia: mereduksi pemanasan global dan mengurangi ketergantungan dari BBM secara signifikan. Berikut adalah review sekilas.


1. Mitsubishi Innovative Electric Vehicle (MiEV)

Mobil berkapasitas 4 orang penumpang buatan Mitsubishi Motor Corporation (MMC) Jepang. Energi primer: 100% listrik (Lithium-ion battery), total voltage 330V, total energi 16kWh. Penggerak mula: motor listrik, tenaga maksimum 47kW, torsi maksimum 180N-m. Kecepatan maksimum: 130 km/jam. Jarak jelajah: 160km dengan baterai terisi penuh. Berat kosong: 1080kg. Dimensi (p,l,t): 3395x1475x1600mm.

Menariknya lagi, kalau tenaga baterainya habis tinggal di-charge ulang dimana saja, sebagaimana layaknya men-charge ulang baterai handphone. Tinggal menghubungkan kabel colokannya ke power outlet. Untuk teknologi saat ini waktu charging-nya masih lama, diperlukan waktu 7 jam untuk listrik rumah yang bervoltase 220V; sedangkan di stasiun isi ulang baterai hanya 30 menit, dengan quick charge dan kapasitas baterai hanya terisi 80% . Emisi CO2 diklaim tidak ada pada saat kendaraan beroperasi, karena tidak ada proses pembakaran apapun. Waktu untuk akselerasi diklaim 31% lebih cepat dari kendaraan berbahan bakar bensin. Tingkat kebisingan 5dB lebih rendah dari kendaraan bensin. Dengan harga listrik dan bensin di Jepang, biaya operasional kendaraan ini diklaim 1/9 biaya kendaraan bensin (malam hari) dan 1/3 kendaraan bensin (siang hari). Dengan segudang kelebihannya ini saya berdecak kagum. Wuih...., sepertinya inilah kendaraan ideal masa depan. Tapi berapa harganya ya?

Sayangnya untuk saat ini di Jepangnya sendiri MiEV masih dalam tahap fleet monitoring test. MMC menargetkan tahun 2009 sudah mulai dijual secara komersial. MMC sedang giatnya mengadakan penelitian kerja sama dengan berbagai pihak di Jepang (Tokyo Electric Power, Chuguku Electric Power, Kyushu Electric Power, dan GS Yuasa Corporation) agar waktu isi ulang baterai lebih cepat, kapasitas baterai lebih besar, jarak tempuh lebih panjang, dan peningkatan performa lainnya.

2. Honda Civic Hybrid

Unit Honda Hybrid yang saya lihat adalah Honda Civic yang menggunakan dua jenis mesin sebagai penggerak mulanya: mesin bebahan bakar bensin 1300 cc dan motor listrik. Saat kecepatan rendah (di bawah 60 km/jam menurut SPG-nya), cukup memakai tenaga dari listrik saja. Ketika butuh akselerasi dan kecepatan tinggi barulah mesin konvensionalnya ikut bergerak. Menurut perkiraan kasar saya, paling tidak mobil ini bisa menghemat sepertiga pemakaian BBM dibandingkan mesin konvensional biasa, asalkan jangan dipakai kebut-kebutan. Tampang Civic Hybrid ini sama dan sebangun dengan Honda Civic konvensional model teranyar yang berkeliaran di jalan-jalan. Civic Hybrid ini dilego di Indonesia dengan harga Rp 340-an juta. Berminat? Hubungi saja dealer Honda, jangan hubungi saya.

3. Toyota Prius dan Toyota FT-HS Hybrid Sport Car

Prinsip kerja tenaga penggerak Prius sama dengan Civic Hybrid, menggunakan kombinasi tenaga motor listrik dan mesin bensin konvensional. Sayang karena terburu-buru saya tidak sempat menanyakan harga Prius ini. Kalau tidak salah ingat, di salah satu majalah otomotif yang pernah saya baca, harganya di rentang Rp 350-400 juta.

Mobil sport FT-HS juga bertenaga penggerak hybrid. Tetapi melihat desain dan tongkrongannya yang sangat exotic dan aduhai itu, pastilah harganya miliaran rupiah. Kelihatannya ini masih merupakan mobil konsep. Nantinya akan menjadi mobil sport masa depan. Wah, andaikan saya bisa membawa pulang mobil sport ini, mungkin KPK langsung menyiduk saya. Soalnya darimana fulusnya.

4. FUSO Canter Eco-D

Ini adalah kendaraan kategori truk, atau bisa juga dimodifikasi menjadi bus ukuran menengah. Modelnya sangat futuristik. Menggunakan kombinasi mesin diesel dan motor listrik.

Itulah beberapa jenis mobil yang menurut saya mampu menjawab tantangan masa depan. Sayang robot Asimo tidak ditampilkan, mungkin bukan ‘jam tayang’-nya. Saya hanya sempat melihat kebolehan Asimo lewat televisi layar lebar yang berada di ruang pamer Honda.

Hal lain yang juga tidak luput dari perhatian adalah mobil produksi China. Lewat pabrikan Cherry dan Greatwall, China sudah mampu membuat mobil sendiri, walaupun diawali dengan copy cat (meniru). Ruang pamer mobil Korea juga cukup semarak. Betapa Korea sekarang sudah betul-betul membuktikan Korean waves-nya. Padahal antara Korsel dan Indonesia memulai industri mobilnya sama-sama dari proses perakitan di penghujung tahun 1960-an. Hanya saja Korsel sejak awal tahun 1990-an sudah mampu lepas dari prinsipalnya dan mampu membuat Korean-made car. Sementara Indonesia, sudah 40 tahun, baru bisa merakit. Mesin dan komponen inti lain, yang merupakan ruh teknologi mobil, masih diimpor dari negara prinsipalnya. Dulu, tahun 2002, sempat dipamerkan mobil produk Indonesia ‘asli’ buatan Texmaco, yaitu truk dengan merek Perkasa dan mobil penumpang dengan merek Carnesia. Bahkan ada beberapa prototipe mobil ‘asli’ buatan Indonesia lainnya. Tetapi sekarang entah bagaimana nasibnya. Hanya truk dan bus Perkasa yang saya lihat sudah berkeliaran di jalan, meski jumlahnya masih relatif sedikit.

Indonesia: Kemana Setelah Ini?

Menurut data Gaikindo (yang saya dengar dari air talk salah satu radio swasta), jumlah mobil terjual selama semester pertama tahun 2008 sebanyak 292 ribu unit, atau sudah mencapai 67% dari total penjualan di tahun 2007. Penjualan kendaraan saya perkirakan akan meningkat drastis melebihi rata-rata per bulan di kuartal ke-4 karena adanya beberapa hari raya besar keagamaan ditambah dengan penyambutan tahun baru 2009. Kalau kita ekstrapolasikan secara linier ke akhir tahun 2008, maka akan ada total 584 ribu unit kendaraan roda empat terjual di tahun 2008, meningkat 34% dibandingkan tahun 2007. Dan semuanya, hampir bisa dipastikan, menggunakan BBM sebagai energi primernya. Mengingat sektor transportasi memakan porsi 50% dari total produksi BBM di Indonesia, maka konsumsi BBM nasional kita akan mengalami kenaikan signifikan, kisarannya menurut taksiran kasar saya meningkat antara 10-15%.

Dengan adanya krisis energi yang sudah beberapa kali melanda Indonesia, ditambah dengan kekhawatiran tidak adanya ketahanan energi, maka sudah sebaiknya sektor transportasi ini digarap serius agar: (1) ketergantungan terhadap BBM dapat segera dikurangi, dan (2) ke depannya industri otomotif Indonesia bisa mandiri, tanpa lagi bergantung pada sumberdaya impor.

Mengurangi ketergantungan sektor transportasi dari BBM dapat ditempuh dengan beberapa upaya:

1. Peningkatan pembangunan sistem transportasi masal yang nyaman, cepat, terjangkau, dan memiliki akses sampai ke pinggiran kota. Untuk Jakarta, sistem transportasi masal itu haruslah menjangkau kota-kota di sekitarnya, yaitu Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor. Proyek pembangunan jalan tol, yang lebih berorientasi pada pemakaian mobil pribadi, harus dialihkan ke pembangunan sistem transportasi masal yang mampu memobilisasi jutaan orang setiap harinya. Sehingga diharapkan nantinya orang enggan menggunakan kendaraan pribadi. Konsep megapolitan, dimana sistem transportasi masal terintegrasi di dalamnya, sebetulnya bagus. Hanya saja kendala terbesarnya adalah ego sektoral.

2. Diversifikasi energi. Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang dapat memacu pabrikan otomotif untuk secara ekstensif mendesain mesin yang langsung bisa menerima energi primer lain seperti BBG, biofuel, energi listrik, dan energi campuran (hybrid). Dengan semakin intensifnya riset otomotif berbahan bakar energi alternatif ini di negara-negara maju, maka tidak lama lagi mesin konvensional hanya tinggal masa lalu.

3. Di sisi industrialisasi intelegensi perlu diintensifkan riset-riset pemanfaatan sumber energi alternatif sebagai energi primer yg nantinya bisa dipakai oleh transportasi, pembangkit tenaga, maupun industri. Indonesia harus menguasai ruh teknologinya, baik di sisi hulu (eksplorasi dan eksploitasi energi alternatif) maupun hilirnya (sisi pemakaian energi alternatif tersebut). Sekaranglah kesempatannya!

Kedepannya, dengan keterlibatan yang intens dari industri otomotif terhadap R&D mesin berbahan bakar energi alternatif, diharapkan industri otomotif kita perlahan-lahan dapat melepaskan diri dari sumberdaya impor.

Jadi menurut saya kebijakan pemerintah harus betul-betul mengarah pada langkah kongkrit dalam rangka mengurangi ketergantungan dari BBM, termasuk mengatur masalah yg bersifat teknis (penguasaan teknologi, pendidikan tenaga ahli, R&D, pelatihan, laboratorium, dll) dan bisnis. Sebentar lagi Dewan Energi Nasional (DEN) dibentuk organisasinya. Semoga saja sektor transportasi ini menjadi perhatian serius bagi DEN, sebagai bagian dari upaya membentuk ketahanan energi nasional.

4 comments:

Benny Lubiantara said...

Wah kalau nanti ada duit, mau cari mobil sebaiknya konsultasi sama Om gamil dulu nih he he.

Anonymous said...

Boleh om Ben. Gini2 juga waktu awal thn 2000-an sempat jadi pengamat perkembangan teknologi mesin otomotif. Tapi cuma sebatas mengamati doank. Mau beli, darimana fulusnya, hehehe.

Anonymous said...

Postingan menarik,..

Mobil Terbaik said...

Wih Toyota FT-HS keren banget desainnya :o