
Bukit Lungsir letaknya persis di belakang tembok sekolah SMAN 2 Bandarlampung, antara Masjid al-Furqon dan Jl. W. Monginsidi. Sebetulnya Bukit Lungsir ini hanya sebagian dari punggung perbukitan yang membentang dari Kemiling sampai Garuntang dan membagi Bandarlampung menjadi dua kota: Tanjungkarang dan Telukbetung. Tanjungkarang letaknya di dataran tinggi, sedangkan Telukbetung terletak di dataran rendah daerah pantai. Kalau kita berdiri di atas Bukit Lungsir ini dan memandang ke arah Telukbetung maka akan terlihat topografi yang cukup membuat kita memuji kebesaran Tuhan akan keindahan alam ciptaan-Nya.
Saat acara reuni SMA seangkatan pada tanggal 4 Oktober 2008 lalu saya melihat ada beberapa rumah super mewah yang telah mulai dibangun di belakang tembok sekolah. Walau sudah 20 tahun lebih saya tidak lagi ber-KTP Bandarlampung, namun saya masih merasa sebagai salah satu stake-holder kota Bandarlampung karena tetap ada keterikatan emosional yang kuat pada diri saya sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di kota ini. Maka ketika saya melihat berdirinya rumah-rumah super mewah di Bukit Lungsir ini hati saya cukup terusik. Saya bukan ahli lingkungan dan terus terang saya juga tidak tahu-menahu tentang grand design tata kota yang dimiliki oleh Pemkot Bandarlampung, tetapi common sense saja: Bukit Lungsir merupakan kawasan hijau paru-paru kota, daerah resapan air, dan rimbunnya pepohonan sangat membantu stabilitas tanah perbukitan. Di lereng bukit ini ada mata air yang tak pernah kering dan menjadi tumpuan masyarakat sekitarnya tatkala musim kekeringan tiba. Selain itu banyak populasi beberapa jenis satwa yang menjadikan lereng bukit ini sebagai habitatnya. Jaman saya SMA dulu banyak didapati musang – hewan pengerat yang lucu itu. Dengan demikian, gangguan – atau katakanlah pengrusakan – ekosistem di lereng bukit ini akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi mereka yang masih memiliki kejernihan suara hati.
Saat acara reuni SMA seangkatan pada tanggal 4 Oktober 2008 lalu saya melihat ada beberapa rumah super mewah yang telah mulai dibangun di belakang tembok sekolah. Walau sudah 20 tahun lebih saya tidak lagi ber-KTP Bandarlampung, namun saya masih merasa sebagai salah satu stake-holder kota Bandarlampung karena tetap ada keterikatan emosional yang kuat pada diri saya sebagai orang yang lahir dan dibesarkan di kota ini. Maka ketika saya melihat berdirinya rumah-rumah super mewah di Bukit Lungsir ini hati saya cukup terusik. Saya bukan ahli lingkungan dan terus terang saya juga tidak tahu-menahu tentang grand design tata kota yang dimiliki oleh Pemkot Bandarlampung, tetapi common sense saja: Bukit Lungsir merupakan kawasan hijau paru-paru kota, daerah resapan air, dan rimbunnya pepohonan sangat membantu stabilitas tanah perbukitan. Di lereng bukit ini ada mata air yang tak pernah kering dan menjadi tumpuan masyarakat sekitarnya tatkala musim kekeringan tiba. Selain itu banyak populasi beberapa jenis satwa yang menjadikan lereng bukit ini sebagai habitatnya. Jaman saya SMA dulu banyak didapati musang – hewan pengerat yang lucu itu. Dengan demikian, gangguan – atau katakanlah pengrusakan – ekosistem di lereng bukit ini akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan bagi mereka yang masih memiliki kejernihan suara hati.


Saya melihat pembangunan real estate mewah di Bukit Lungsir merupakan salah satu contoh kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada kesejahteraan rakyat dan kelestarian ekosistem. Ini adalah kebijakan yang hanya berorientasi pada pembangunan fisik semata. Tidak mengherankan jika beberapa indikator ekonomi dan pembangunan di Lampung menempati peringkat terendah di Sumatera. Peringkat rendah ini sangat tidak sepadan dengan potensi Lampung yang kaya sumber daya alam, kaya objek wisata alami, kaya ragam budaya (cultural diversity), dan memiliki letak geografis strategis sebagai kawasan transito dan penyangga transaksi ekonomi Pulau Jawa (terutama Jakarta). Beberapa indikator ekonomi dan pembangunan saya kutipkan pada tabel di bawah ini. Angka yang saya tampilkan ini bukan bermaksud untuk mengolok-olok, tetapi mesti dijadikan sebagai perhatian serius bagi para pengambil kebijakan pembangunan di Lampung untuk memacu kesejateraan rakyat di daerahnya, bukan semata berpihak pada kepentingan kaum kapitalis dan pembangunan fisik saja.

Kalau dipikir-pikir bencana yang bukan berasal dari act of God terjadi karena nafsu serakah manusia. Akibat keserakahan ini tatanan ekosistem dan daya dukung alam terdistorsi. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Mahatma Gandhi: "The world is enough for everyone's needs, but not for someone's greed." ....Dunia ini pada dasarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak akan pernah cukup bagi orang yang serakah. Semoga Pemkot Bandarlampung dapat membatalkan "penggundulan" Bukit Lungsir ini sebelum terlanjur tumbuh bibit bencana di kemudian hari. Semoga pula teman-teman saya dan elemen masyarakat lainnya di Bandarlampung dapat melakukan gerakan moral untuk memengaruhi Pemkot agar menghentikan pembangunan real estate mewah tersebut. Saya lebih cinta Bandarlampung yang hijau dan minim bencana alam tenimbang gedung-gedung megah nan angkuh. Ya, sebelum terlambat.
Kamis, 23 Oktober 2008, saya membaca harian Lampung Post (Lampost) edisi cyber di http://www.lampungpost.com/. Mudah-mudahan demo yang dilakukan beberapa elemen msayarakat ini membuahkan hasil: agar Pemkot Bandarlampung menghentikan pembangunan real estate mewah di Bukit Lungsir. Walau saya tidak memiliki power apapun, paling tidak saya memberikan dukungan moral. Berikut adalah beritanya yang saya kutip langsung:
====================================
Kamis, 23 Oktober 2008
BANDARLAMPUNG
Pembangunan Bukit Lungsir Kembali Didemo
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Puluhan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Antikorupsi (GMK) dan Gerakan Pembaharuan Pemberantasan Korupsi (GPPK) berdemo di depan Kantor Pemerintah Kota Bandar Lampung, Rabu (22-10).
Para demonstran berunjuk rasa mengenai pembangunan perumahan di Bukit Lungsir di Jalan Rasuna Said, Kelurahan Gulak Galik, Telukbetung Barat. Para pengunjuk rasa menilai pembangunan yang dilakukan PT Batu Indah Estat itu memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Bukit Lungsir dinilai sebagai daerah resapan air. Pembangunan Bukit Lungsir juga bisa mengakibatkan terjadi longsor dan mengenai masyarakat sekitar.
Dalam aksinya, puluhan pengunjuk rasa juga mempertanyakan kebijakan Wali Kota Bandar Lampung yang memberikan rekomendasi pembangunan perumahan di Bukit Lungsir. Warga Rasuna Said dan sekitarnya meminta Pemerintah Kota Bandar Lampung menghentikan pembangunan perumahan di lereng tersebut.
Pembangunan perumahan di bukit Jalan Rasuna Said itu sudah mendapat restu dari Wali Kota. Sekretaris Kota Bandar Lampung Sudarno Eddi dalam rapat dengan PT Batu Indah Estat, Kamis (16-10) lalu, mengakui jika Wali Kota Eddy Sutrisno pernah mengeluarkan izin untuk pembangunan perumahan di Bukit Lungsir.
"PT Batu Indah juga sudah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan analisis mengenai dampak lalu lintas atau amdalalin. Namun, masa izin tersebut sudah habis sehingga untuk sementara BPPLH menghentikan pembangunan," kata Sudarno.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Pemkot meminta PT Batu Indah Estat sebagai pengembang perumahan di bukit di Jalan Rasuna Said memperbarui izin dan mengajukan keterangan rencana kota (KRK). Selain itu, Pemkot juga meminta PT Batu Indah memenuhi tuntutan warga sekitar sebelum melanjutkan pembangunan. n */K-2
=============================
1 comment:
terima kasih artikelnya, sangat membantu untuk selesaikan tugas sekolah
Post a Comment