Friday, June 6, 2008

Dampak globalisasi pada perekonomian nasional


Globalisasi ekonomi menimbulkan masalah-masalah yang bersifat global pula. Masalah globalisasi dalam tatanan ekonomi nasional Indonesia dapat dilihat dari dua sudut pandang: dampak globalisasi terhadap kondisi internal dan dampak globalisasi terhadap kondisi eksternal. Bentuk dampak pada kedua sisi ini pun dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.

Dampak pada kondisi internal

Dalam hal dampaknya pada kondisi internal, globalisasi dapat mengubah pola perilaku pelaku ekonomi dalam proses produksi di satu pihak dan perubahan struktural ekonomi serta kebijakan ekonomi pemerintah di lain pihak. Perubahan dalam proses produksi antara lain dapat meliputi efisiensi dan intensifikasi penggunaan faktor produksi, bertambahnya frekuensi perdagangan dan investasi pada sektor-sektor yang dapat diperdagangkan (tradeable), serta berkembangnya industri nasional yang kompetitif. Sedangkan perubahan struktural yang mungkin terjadi dapat meliputi perubahan dalam sektor ekonomi dan orientasi sektor tradisional kepada sektor ekonomi modern. Perkembangan ini membawa implikasi pada perubahan kebijakan ekonomi mikro perusahaan, makro ekonomi, kebijakan pasar, dan lain-lain.

Keuntungan dari perubahan struktural dengan adanya globalisasi bagi perusahaan ialah dalam mendorong perusahaan (pelaku ekonomi) untuk melakukan kerjasama antar perusahaan. Dengan adanya kerjasama ini, maka akan diperoleh hal-hal sebagai berikut:

(a) turunnya biaya untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D),
(b) memperpendek daur hidup produk (product life cycle),
(c) terjadinya lompatan teknologi: kemudahan perolehan teknologi serta kerjasama dalam pembiayaan pengembangan teknologi,
(d) efisiensi biaya produk (cost of goods sold),
(e) perolehan sumber daya manusia yang berkualifikasi tinggi,
(f) kualitas produk berstandar internasional (standar ISO 9000 misalnya),
(g) kemudahan memperoleh sumber-sumber dana, dan
(h) masuknya teknologi informasi.

Dampak pada kondisi eksternal

Perubahan pada kondisi eksternal dapat meliputi perubahan dalam kebijakan perdagangan dan investasi internasional, sistem moneter internasional, dan hubungan ekonomi internasional lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi ini selanjutnya tidak lagi dapat diidentifikasikan sebagai kegiatan nasional, melainkan sudah bersifat global. Selain dampak globalisasi pada aspek ekonomi, globalisasi dapat pula menimbulkan perubahan pada bidang non-ekonomi, seperti dalam sektor pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan lingkungan hidup (Paul Kennedy dan Taniguchi et. al. dalam Carunia Firdausy, 2000:7).

Positif atau negatifnya dampak yang ditimbulkan dengan adanya perubahan-perubahan itu sangat tergantung pada kemampuan daya saing produk yang dihasilkan, kualitas sumber daya manusia, kemampuan adaptasi, dan kebijakan pemerintah. Apabila faktor-faktor ini dimiliki oleh suatu perekonomian, maka walaupun globalisasi dapat menghasilkan berbagai perubahan perekonomian suatu negara, globalisasi justru dapat memberikan keuntungan bagi perekonomian itu sendiri.

Dampak globalisasi ekonomi cenderung akan menghasilkan kondisi eksternal negatif jika perekonomian kita tidak dapat bersaing dan tetap inefisien. Adanya eksternalitas negatif ini merupakan akibat dari ketidakmampuan pelaku ekonomi nasional dalam memperebutkan peluang pasar dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber perekonomian nasional. Hal ini terutama karena kekuatan dan daya saing ekonomi nasional kita masih lemah. Kurangnya daya saing ini terutama disebabkan karena kelemahan implementasi kebijakan protektif pemerintah selama lebih dari tiga dekade. Seperti yang banyak kita ketahui, industri kita – terutama manufaktur – banyak yang memulai infant industry-nya di proses produksi hilir yang diproteksi oleh kebijakan pemerintah – seperti perakitan mobil dan penguliran pipa misalnya. Sayangnya implementasi kebijakan protektif tersebut tidak dibarengi dengan suatu kondisi yang dapat ‘memaksa’ pelaku industri untuk menginvestasikan hasil keuntungannya ke proses produksi hulu. Para pelaku industri justru banyak yang menginvestasikan hasil keuntungan dari kebijakan protektif tersebut ke jenis industri lain yang juga di proses produksi hilir. Akibatnya sampai sekarang industri kita masih bergantung pada import resources untuk input produksinya; baik itu humanware, technoware, infoware, orgaware, maupun pendanaan. Industri kita hanya mampu membuat barang “made in Indonesia” tetapi bukan “made by Indonesians” karena ‘ruh’ teknologinya belum dikuasai penuh.

Perlu ketahanan ekonomi

Krisis multi dimensi yang masih berlanjut hingga saat ini, walaupun intensitasnya berkurang, dapat memperparah kerentanan ekonomi nasional. Proses pemulihan ekonomi kita relatif lamban dibandingkan negara-negara Asia lain seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Negara-negara ini secara umum telah pulih dari krisis yang dialaminya. Oleh karena itu, dalam keadaan ekonomi nasional yang semakin terintegrasikan dengan tatanan ekonomi dunia pada abad 21, kondisi yang diperlukan adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan setiap perkembangan yang terjadi, dalam pengertian dapat memanfaatkan dengan baik peluang yang muncul dan menangkal dampak negatifnya. Langkah penyesuaian ini harus dilakukan dalam bentuk kebijaksanaan makro, sektoral, serta mikro yang adil dan merata. Selain itu diperlukan juga penyusunan rumusan skenario kebijakan ekonomi nasional agar eksternalitas negatif dari globalisasi dapat diminimalkan, bahkan mengubahnya menjadi peluang-peluang (opportunities).

Ketahanan ekonomi nasional dalam mengatasi dampak negatif globalisasi ekonomi sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang sangat berpengaruh adalah:

(1) daya saing – baik kualitas produk maupun kualitas SDM,
(2) efisiensi,
(3) penguasaaan teknologi dan investasi di proses produksi hulu sebagai tambahan dari proses produksi hilir yang sudah ada,
(4) kemampuan penyesuaian (adjustment capability),
(5) struktur ekonomi, dan
(6) kebijakan ekonomi yang terintegrasi dengan sektor strategis lainnya, seperti sektor energi dan pangan, guna mewujudkan ketahanan ekonomi.

Jika faktor-faktor ini tidak dimiliki, maka globalisasi pada akhirnya akan menggilas perekonomian nasional karena ketatnya persaingan dengan pelaku ekonomi dari luar di hampir seluruh kegiatan ekonomi. Tergilasnya ekonomi dapat menimbulkan krisis ekonomi babak kedua yang akan menyebabkan semakin besarnya tingkat kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masyarakat, tingginya tingkat pengangguran, kompetisi yang tidak sehat antar pelaku ekonomi, dan memperparah kerusakan lingkungan hidup.

1 comment:

Anonymous said...

Kebusukan Kapitalisme Neoliberal, semakin telanjang!

Di tingkat global setelah kisah krisis air, krisis iklim, krisis minyak, krisis pangan, kini krisis finansial naik panggung, Paradoksnya jalan krisis itu terus ditempuh. Masih saja mekanisme pasar dan korporasi dianggap solusi yang menjanjikan. Ironi abad ini, rasionalitas yang irasional. Rasionalitas yang paling tidak masuk akal.

It’s the capitalism, stupid! (adaptasi dari frase politik yang populer digunakan Clinton ketika berkampanye melawan George Bush Senior, it’s the economic, stupid!)

Silah kunjung
Krisis Keuangan Global : Karl Marx di Aspal Jalan Dunia Datara
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/10/krisis-keuangan-global-karl-marx-di.html