Friday, June 13, 2008

Potensi energi primer di Indonesia


Kalau artikel bertajuk ‘Renewable energy’ yang saya posting pada tanggal 10 Juni 2008 memperkenalkan jenis-jenis renewable energy (energi terbarukan), maka pada artikel ini saya akan sharing dengan rekan-rekan, terutama yang sehari-harinya tidak bergerak di sektor energi, tentang seberapa besar potensi energi yang ada di Indonesia, baik energi fosil (minyak, gas, dan batubara) maupun non fosil. Energi non fosil ini adalah energi terbarukan karena baik sumber maupun materi pembawa energinya tidak akan habis atau paling tidak dapat dibuat kembali dengan proses daur ulang (recycling). Energi terbarukan inilah yang diharapkan nanti dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh bangsa ini agar dapat mengurangi ketergantungan dari energi primer berbasis minyak bumi. Tabel di atas menunjukkan potensi energi primer di Indonesia yang saya ambil dari berbagai sumber.

Yang dimaksud cadangan terbukti ialah kuantitas energi tersisa yang berdasarkan data geologis dan kemampuan teknologi yang ada saat ini dapat diambil (diproduksi) ke permukaan. Rasio cadangan terbukti terhadap produksi menunjukkan kapan kira-kira energi tersebut akan habis. Kita lihat pada tabel di atas bahwa minyak, gas, dan batubara masing-masing akan habis dalam waktu 12.3, 35.5, dan 26.5 tahun. Tentunya rasio ini dapat bertambah apabila ditemukan lagi cadangan-cadangan terbukti baru. Di samping cadangan terbukti, ada juga cadangan terkira dan cadangan terduga. Ketiga cadangan ini apabila dijumlahkan bersama disebut sumber daya (resources). Resources ini kuantitasnya bisa mencapai puluhan kali lipat cadangan terbukti. Namun demikian, sebagai ukuran keekonomian untuk memperkirakan usia energi adalah rasio cadangan terbukti terhadap produksi tahunan terakhir. Oleh karena itu, kuantitas resources tidak saya munculkan angkanya disini.

Pengertian energi primer ialah energi yang ‘disediakan’ langsung oleh alam (tentu saja Tuhan yang menciptakan); kemudian manusia memanfaatkannya secara langsung atau mengkonversikannya ke dalam bentuk energi lain untuk berbagai keperluan. Apa yang diambil manusia dari energi primer adalah kalori (entalpi) dan/atau energi mekanik (kinetik dan potensial) yang terkandung di dalamnya.

Untuk keperluan penjelasan, kita sebut saja yang dimaksud dengan energi alternatif adalah energi pengganti minyak bumi, yaitu gas, batubara, dan semua jenis energi non fosil. Jika menyangkut pemanfaatan langsung, misalnya saja untuk pembangkit tenaga listrik, semua jenis energi alternatif pengganti minyak bumi dapat dikatakan tidak ada kendala karena memang teknologi yang ada saat ini sudah mampu melakukannya. Paling-paling kendalanya terletak pada sisi keekonomiannya. Yang banyak kendalanya adalah jika energi alternatif tersebut akan digunakan untuk sarana transportasi. Padahal 50% produk BBM Indonesia untuk konsumsi transportasi. Hingga saat ini di Indonesia baru gas (dalam bentuk LPG) yang sejak awal tahun 1990-an sudah dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan, walaupun masih dalam skala kecil (hanya di seputar Jakarta saja). Seingat saya pada pertengahan tahun 1990-an ada sekitar 8 pom bensin di Jakarta yang menjual BBG (Bahan Bakar Gas), namun sekarang yang masih aktif tinggal dua lagi. Sentra layanan yang menjual converter kit BBG pun sudah tidak terlihat lagi. Ini menunjukkan salah satu contoh ketidakseriusan selama ini dalam mengurangi ketergantungan terhadap BBM.

Selain BBG, energi alternatif lain yang dapat dipakai untuk kendaraan adalah biofuel (biodiesel dan biopremium) yang bersumber dari biomasa tanaman (minyak sawit dan getah jarak). Ini juga belum mencapai skala masal. Baru beberapa pom bensin saja yang menjual biofuel. Selain itu, kendala lainnya terletak pada spesifikasi mesin kendaraan bermotor. Mesin kendaraan yang dirakit di Indonesia pada umumnya tidak didesain untuk biofuel, sehingga mesin harus dimodifikasi dulu. Walaupun demikian, untuk kondisi Indonesia saat ini, yang paling mungkin dapat segera dimanfaatkan untuk mengganti BBM kendaraan dalam skala besar adalah BBG dan biofuel. Tinggal bagaimana pemerintah membuat tata aturan agar pelaku industri kendaraan bermotor membuat spesifikasi mesin yang dapat mengakomodir BBG dan biofuel tersebut.

Di luar negeri riset mobil ramah lingkungan dengan memakai bahan bakar hibrida (kombinasi BBG/BBM dengan listrik), energi surya, dan hidrogen sudah mulai diujicobakan. Karena teknologinya masih mahal serta kecepatan dan jarak jelajahnya belum memadai untuk memenuhi keperluan aktifitas manusia modern, mobil-mobil berteknologi canggih tersebut belum diproduksi secara massal. Semoga saja bangsa Indonesia dapat pula menekuni riset ini di tanah air.

No comments: